Minggu, 14 Agustus 2011

Evaluasi Pendidikan Objek dan Subjeknya

BAB I
PENDAHULUAN

Evaluasi merupakan subsistem yang sangat penting dan sagat dibutuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencapai jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke depan.
Tanpa evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa dan tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik.



1
 

 


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Evaluasi Pendidikan
Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan hasan Shadily, 1983 : 220). Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesempatan.
Anne Anastasia mengartikan evaluasi sebagai “A systematic process of determining the extent to which instructional objectives are achieved by pupils” (Anne Anastasia, 1978 : 6). Evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai secara terencana., sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.[1]
Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1997) : Evaluation refer to the act of process to the determining the value of something. Menurut definisi ini, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian : suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dan sesuatu.

2
 
Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown itu untuk mengemukakan definisi tentang evaluasi pendidikan. Maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai : suatu tindakan atau kegiatan - (yang dilaksanakan dengan maksud untuk) - atau suatu proses - (yang berlangsung dalam rangka) - menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan atau yang terjadi di lapangan pendidikan). Atau singkatnya : evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehinga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.[2]

B.     Tujuan Evaluasi Pendidikan
Evalusi pendidikan memiliki tujuan yang dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Tujuan Umum
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu :
a.       Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.      Untuk mengetahui tingkat evektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.

2.      Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah :
a.       Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada peserta didik untuk meperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
b.      Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara oerbaikannya.[3]

C.    Fungsi Evaluasi Pendidikan
1.      Evaluasi Berfungsi Selektif

3
 
Dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap siswanya. Seleksi itu sendiri mempunyai berbaai tujuan, antara lain :

a)      Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b)      Untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya.
c)      Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d)     Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya.

2.      Evaluasi Berfungsi Diagnostik
Adapun alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping  itu diketahui pula sebab-musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan evaluasi, sebenarnya guru melakukan diagnosis kepada siswa  tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan ini., akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.

3.      Evaluasi Berfungsi sebagai Penempatan
Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelemopok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu evaluasi. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil evaluasi yang sama, akan ditempatkan dalam kelompok yang sama dalam belajar.

4.      Evaluasi Berfungsi sebagai Pengukur Keberhasilan
Funsi keempat evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan sistem kurikulum.[4]

D.    Objek dan Subjek Evaluasi Pendidikan
1.      Objek (sasaran) Evaluasi Pendidikan

4
 
Yang dimaksud dengan objek atau sasaran evaluasi pendidikan ialah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan, karena pihak penilai (evaluator) ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut.
Salah satu cara untuk mengenal atau mengetahui objek dari evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga segi, yaitu dari segi input, transformasi dan output, dimana input kita anggap sebagai “bahan mentah yang akan diolah”, transformasi kita anggap sebagai “dapur tempat mengolah bahan mentah” dan output kita anggap sebagai “hasil pengolahan yang dilakukan di dapur dan siap untuk dipakai”.
Di dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input atau bahan mentah yang siap untuk diolah, tidak lain adalah para calon peserta didik, seperti : calon murid, calon siswa dan mahasiswa dan sebagainya.[5]
Dtilik dari segi input ini maka objek dari evaluasi pendidikan meliputi beberapa aspek dari beberapa segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk mengukur, yaitu :
1)      Kemampuan
Untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga sekolah/ institusi, maka calon siswa harus memiliki kemampuan yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan itu disebut tes kemampuan atau aptitude test.

2)      Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat diperlukan. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang tersebut disebut tes kepribadian atau personality test.

3)      Sikap-sikap

5
 
Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan, maka banyak orang yang menginginkan informasi khusus tentangnya. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan tes sikap atau attitude test. Oleh karena tes ini berupa skala, maka lalu disebut skala sikap atau attitude scale.

4)      Intelegensi
Untuk mengetahui tingkat intelegensi ini digunakan tes intelegensi yang sudah banyak diciptakan oleh para ahli. Dalam hal ini yang terkenal adalah tes buatan Binet dan Simon yang dikenal dengan test Binet-Simon. Selain itu ada lagi tes-tes lainnya semisal SPM, Tintum dan sebagainya. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelligent Quotient) orang tersebut. IQ bukanlah intelegensi. IQ berbeda dengan intelegensi  karena IQ hanyalah angka yang memberikan petunjuk tinggi rendahnya intelegensi seseorang.[6]
Selanjutnya apabila disoroti dari segi transformasi, maka objek dari evaluasi pendidikan itu meliputi : (a) kurikulum atau materi pelajaran, (b) metode mengajar dan teknik penilaian, (c) sarana atau media pendidikan, (d) sistem administrasi, (e) guru dan unsur-unsur personal lainnya yang terlibat dalam proses pendidikan.
Transformasi yang dapat diibaratkan sebagai “mesin pengolah yang bertugas mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi”, akan memegang peranan yang sangat penting. Ia dapt menjadi faktor penentu yang dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan karena itu objek-objek yang termasuk dalam transformasi itu perlu dinilai atau dievaluasi secara berkesinambungan, contoh :
·         Kurikulum yang tidak sejalan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan dalam pencapaian pendidikan tersebut.
·         Pengunaan metode-metode mengajar yang kurang tepat, teknik penilaian hasil belajar yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip dasar evaluasi itu sendiri.
·        

6
 
Sarana pendidikan yang tidak atau kurang memadai.
·         Sistem administrasi yang bersifat acak-acakan.
·         Pimpinan lembaga pendidikan, tenaga pengajar dan karyawan yang tidak profesional.
Kesemuanya ini akan sangat mempengaruhi proses “pengolahan bahan mentah”menjadi “bahan jadi yang siap untuk dipakai”, karena itu kelima sasaran yang telah dikemukakan di atas, yang dapat diandaikan sebagai “mesin pengolah” itu, harus senantiasa mendapatkan penilaian atau evaluasi.
Adapun dari segi output, yang menjadi sasaran evaluasi pendidikan adalah tingkat pencapaian atau prestasi beajar yang diraih oleh masing-masing beserta didik, setelah mereka terlibat dalam proses pendidikan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang diraih oleh para peserta didik itu, dipergunakan alat berupa Tes Prestasi Belajar atau tes Hasil Belajar, yang biasa dikenal dengan istilah tes pencapaian (achievement test).

2.      Subjek (pelaku) Evaluasi Pendidikan
Subjek atau pelaku evaluasi pendidikan ialah : orang yang melakukan pekerjaan evaluasi dalam bidang pendidikan.
Berbicara tentang subjek evaluasi pendidikan di sekolah, perlu dikemukakan bahwa, mengenai siapa yang disebut subjek evaluasi pendidikan itu sangat bergantung pada atau ditentukan oleh suatu aturan yang menetapkan pembagian tugas untuk melakukan evaluasi tersebut. Jadi subjek evaluasi pendidikan itu dapat berdea-beda orangnya.[7]
Berikut subjek (pelaku) evaluasi pendidikan di sekolah menurut pembagian tugas yang telah ditentukan untuk melakukan evaluasi tersbut :
·         Dalam kegiatan evaluasi pendidikan dimana sasaran evaluasinya adalah prestasi belajar, maka subjek evaluasinya adalah guru atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu.
·        

7
 
Jika evaluasi yang dilakukan itu sasarannya adalah sikap peserta didik, maka subjek evaluasinya adalah guru atau petugas yang sebelum melaksanakan evaluasi tentang sikap itu, terlebih dahulu telah memperoleh pendidikan atau latihan (training) mengenai cara-cara menilai sikap seseorang.
·         Adapun apabila sasaran yangdievaluasi adalah kepribadian anak atau peserta didik, dimana pengukuran tentang kepribadian itu dilakukan dengan menggunakan instrument berupa tes yang sifatnya baku (standardized test), maka subjek evaluasinya tidak bisa lain kecuali seorang psikolog : yaitu seseorang yang memang telah dididik untuk menjadi tenaga ahli yang profesional dibidang psikologi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping alat-alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kepribadian seseorang itu sifatnya rahasia, juga hasil-hasil pengukuran yang diperoleh dari tes kepribadian itu, hanya dapat diinterpretasi dan disimpulkan oleh para psikolog tersebut, tidak mungkin dapat dikerjakan oleh orang lain.[8]
Tidak setiap orang dapat menafsirkan jawaban tes kepribadian ini, sehingga hanya orang yang telah mempelajari tes secara mendalam saja yang dapat melakukannya.
Dalam keterangan ini, pelaksana evaluasi dikategorikan sebagai subjek evaluasi. Ada pandangan lain yang disebut subjek evaluasi adalah siswa yakni orang yang dievaluasi. Dalam hal ini yang dipandang sebagai objek misalnya : prestasi matematik, kemapuan membaca, kecepatan lari dan sebagainya. Pandangan lain lagi mengklasifikasikan siswa sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjeknya.[9]



8
 

 


BAB III
KESIMPULAN

Evaluasi pendidikan secara singkat adalah kegiatan atau proses nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Adapun tujuan evaluasi pendidikan secara umum adalah : (a) untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, (b) untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran, sedangkan secara khusus adalah : (a) untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan, (b) untuk mencari faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan.
Evaluasi pendidikan memiliki beberapa fungsi, yaitu :
·         Evaluasi berfungsi selektif
·         Evaluasi berfungsi diagnostik
·         Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
·         Evaluasi berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Objek (sasaran) evaluasi pendidikan ialah sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan. Dan salah satu cara mengetahui objek dari evaluasi pendidikan dan mengenalnya adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga segi : segi input (bahan mentah yang akan diolah), segi transformasi (dapur tempat mengolah bahan mentah) dan segi output (hasil pengolahan yang dilakukan di dapur dan siap untuk dipakai). Dan Subjek (pelaku) evaluasi pendidikan ialah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi dalam bidang pendidikan.



9
 

 


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1993. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.

Daryanto, H. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta PT RajaGrafindo Persada.


10
 
Thoha, M. Chabib. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.




[1] Drs. M. Chabib Thoha, M.A. Teknik Evaluasi Pendidikan (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2001), hal. 1.
[2] Prof. Drs. Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2005), hal. 1-2.
[3] Anas Sudijono. Ibid… hal. 16-17.
[4] Drs. H. Daryanto. Evaluasi Pendidikan (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), hal. 14-16.
[5] Anas Sudijono. Op. Cit.…, hal. 25
[6] Drs. Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), hal. 18-19.
[7] Anas Sudijono. Op. Cit.…, hal. 27-29.
[8] Anas Sudijono. Ibid…, hal. 29.
[9] Suharsimi Arikunto, Op. Cit.,… hal. 21-22.

Evaluasi Kurikulum





Evaluasi
     Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius peserta didik. Karena sosok pribadi yang diinginkan oleh pendidikan Islam bukan hanya pribadi yang bersikap religius, tetapi juga memiliki ilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada tuhan dan masyarakat.
     Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri.[1]
     Sasaran evaluasi pendidikan islam secara garis besar meliputi empat kemampuan dasar anak didik, yaitu:
a.       Sikap dan pengamalan pribadinya, hubungannya dengan tuhan; sejauh mana loyalitas dan kesungguhan untuk mengabdikan dirinya kepada tuhan dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaannya kepada tuhan.
b.      Sikap dan pengamalan dirinya, hubungannya dengan masyarakat; sejauh mana menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat, seperti berakhlak mulia dalam pergaulan, disiplin dalam menjalankan norma-norma agama dalam kaitannya dengan orang lain.
c.       Sikap dan pengamalan kehidupannya, hubungannya dengan alam sekitar; bagaimana ia berusaha mengelola dan memelihara serta menyesuaikan dirinya dengan alam sekitar, apakah ia merusak lingkungan hidup, apakah ia mampu mengubah lingkungan sekitar manjadi lebih bermakna bagi kehidupan diri dan masyarakat.
d.      Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakatnya, serta selaku khalifah dimuka bumi; bagaimana dan sejauh mana ia sebagai seorang muslim memandang dirinya sendiri (self concept) dalam berperan sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan bermasyarakat yang beraneka macam budaya dan suku serta agama. Bagaimana seharusnya ia mengelola dan memanfaatkan serta memelihara kelangsungan hidup dalam lingkungan sekitar sebagai anugerah Allah. Apakah ia memiliki self-concept negatif atau positif.[2]

Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
1.      Prinsip Berkelanjutan
Prinsip ini dimaksudkan, bahwa evaluasi tidak hanya dilakukan sekali dalam satu jenjang pendidikan, setahun, caturwulan atau perbulan. Akan tetapi harus dilakukan setiap saat dan setiap waktu; pada saat membuka pelajaran, menyajikan pelajaran apalagi menutup pelajaran, ditambah lagi pemberian tugas yang harus diselesaikan peserta didik.
2.      Prinsip Universal
Prinsip ini maksudnya adalah, evaluasi hendaknya dilakukan untuk semua aspek sasaran pendidikan; aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
3.      Prinsip Keikhlasan
Dalam segala hal, keikhlasan pendidik harus tercermin disegala aktivitasnya dalam mendidik. Termasuk diantaranya dalam mengevaluasi pendidikan. Guru/pendidik yang ikhlas dalam mengevaluasi terlihat dari sikapnya yang transparan dan obyektif. Pendidik tidak hanya mampu menunjukkan kesalahan-kesalahan siswa, tetapi juga dapat menunjukkan jalan keluarnya, sehingga siswa tidak merasa bahwa ia dipersulit oleh guru.

Fungsi Evaluasi
     Sebagai salah satu kompenen penting dalam pelaksanaan pendidikan Islam, terutama dalam pengembangan kurikulumnya, evaluasi berfungsi sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap pendidik guru maupun anak didik/murid.
b.      Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan.
c.       Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan Islam.
d.      Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dll.
e.       Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.[3]

     Evaluasi adalah suatu penilaian yang lebih menitikberatkan pada perubahan kepribadian secara luas dan terhadap sasaran  umum dari program kependidikan.
     Dengan menggunakan sistem evaluasi yang tepat sasaran maka seorang guru akan dapat mengetahui dengan pasti tentang kemajuan, kelemahan dan hambatan-hambatan peserta didik dalam pelaksanaan tugasnya, yang pada gilirannya akan dijadikan bahan perbaikan program atau secara langsung diadakan remedial teaching (perbaikan melalui kursus tambahan dan lain-lain). Atau bila dipandang perlu peserta didik diberi bimbingan belajar secara lebih intensif.[4]

Jenis-jenis evaluasi diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a.       Evaluasi Formatif
     Yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar peserta didik setelah menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu. Tujuan dari penilaian normatif ini adalah untuk mengetahui hingga sejauhmana penguasaan murid tentang bahan pendidikan agama yang diajarkan dalam satu program satuan pelajaran, serta sesuai tidaknya dengan tujuan.
b.      Penilaian Sumatif
     Yaitu penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar murid yang telah selesai mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, semester, atau akhir tahun. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh murid selama satu cawu, semester pada suatu unit pendidikan tertentu.
c.       Penilaian Penempatan
      Yaitu penilaian tentang pribadi anak untuk kepentingan penempatan didalam situasi belajar mengajar yang sesuai dengan anak didik tersebut. Tujuannya untuk menempatkan anak didik pada tempat yang sebenarnya, berdasarkan bakat, minat, kemampuan dan keadaan diri anak sehingga anak tidak mengalami hambatan dalam mengikuti pelajaran yang disajikan guru.
d.      Penilaian Diagnostik
     Yaitu penilaian terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan anak didik baik berupa kesulitan atau hambatan dalam situasi belajar mengajar, maupun untuk mengatasi hambatan yang dialami anak didik waktu mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Teknik Evaluasi Pendidikan
     Teknik evaluasi pendidikan digunakan dalam rangka penilaian dalam belajar, maupun dalam kepentingan perbaikan situasi, proses serta kegiatan belajar mengajar. Teknik penilaian ada dua yaitu:
a.       Teknik Tes
Yaitu penilaian yang menggunakan test yang telah ditentukan terlebih dahulu. Metode test ini bertujuan untuk mengukur dan memberikan penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai oleh murid meliputi: kesanggupan mental, achivement (test penguasaan hasil belajar), keterampilan, koordinasi, motorik dan bakat, baik secara individu maupun kelompok.
b.      Teknik non Test
Adalah penilaian yang tidak menggunakan soal-soal test dan bertujuan untuk mengetahui sikap dan sifat kepribadian murid yang berhubungan dengan kiat belajar atau pendidikan. Objek penilaian non-test ini meliputi: perbuatan, ucapan, kegiatan, pengalaman, keadaan tingkah laku, riwayat hidup, dan lainnya baik bersifat individu maupun kelompok.

     Dalam evaluasi pendidikan agama, penguraiannya dibatasi hanya tentang teknik test, khususnya achevement test yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil belajar murid setelah diajar oleh guru baik berupa penguasaan bahan, perkembangan kecerdasan, perkembangan keterampilan dan perubahan sikap. Test hasil belajar ini dapat pula dibagi dua:
1.      Test Essay
     Yaitu test yang disusun sedemikian rupa sehingga jawabannya terdiri dari beberapa kalimat. Untuk menjawab pertanyaan sangat memerlukan waktu banyak, dan murid boleh menjawab sepuas-puasnya dan seluas-seluasnya.
Beberapa pedoman dalam menggunakan test essay:
a.       Mengadakan perbandingan
b.      Penilaian terhadap suatu pendapat
c.       Hubungan sebab akibat
d.      Merangkum
e.       Kemampuan menganalisa sesuatu
Cara penilaian essay
a.       Apabila korektor ada dua orang, maka setiap korektor memberi kode tertentu agar dalam menilai korektor yang satu tidak mempengaruhi korektor lain.
b.      Waktu untuk menyelesaikan soal hendaklah disediakan dan diperhitungkan dengan baik.
c.       Siapkan jawaban baku untuk masing-masing nomor soal demi untuk menghindari kekhilafan guru.
d.      Dapat juga dilakukan penilaian dengan mempergunakan weight sytem.
2.      Test Objektif
     Suatu test disebut objektif apabila:
a.       Hanya satu saja jawaban yang benar untuk setiap alternatif  jawaban.
b.      Dalam menskor tidak ada perbedaan walau diperiksa oleh lebih dari satu orang.
c.       Dalam manjawab test tinggal hanya melakukan pilihan sesuai dengan petunjuk.
d.      Norma pilihan sudah ditentukan terlebih dahulu.
Test objektif ada beberapa macam yaitu:
a.       True-False Test
Yaitu test yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang mengandung salah satu dari dua kemungkinan jawaban salah atau benar, misalnya:
1.      Mendirikan shalat adalah rukun Islam keempat (B-S).
Meyakini adanya daya penyembuhan  pada azimat-azimat termasuk syirik (B-S).
b.      Multiple Choice (tes pilihan berganda)
Pada jenis test ini testee diminta memilih jawaban yang benar dari beberapa jawaban yang telah ada. Biasanya terdiri dari tiga sampai lima pilihan jawaban yang tersedia, yang benar hanya satu. Multiple choice ada tiga bentuk:
1.       Menjawab pertanyaan, misalnya: siapa yang diserahi menyusui Nabi Muhammad SAW?.
2.       The best answer test . Pada jenis ini testee diminta memilih jawaban yang tersedia yang kesemuanya mengandung kebenaran.
3.       Menyelesaikan pertanyaan.
4.       Matching test (test menjodohkan. Pada test ini, testee diminta mencari jodoh (jawaban) yang cocok terhadap satu jalur pernyataan pertanyaan  pada lajur jawaban. Jumlah jawaban harus lebih banyak dari pernyataan/pertanyaaan .
5.       Complation test (test menyempurnakan. Pada test ini, testee diminta menyempurnakan suatu kalimat, atau ungkapan dengan jalan mengisi sepatah atau beberapa patah kata.
6.       Rearrangment test (test mengatur kembali). Yaitu berupa tes penyusunan pengertian yang belum teratur dan testee diharapkan dapat mengatur dengan rapi dan benar. 
c.       Test Bahasa
     Yaitu test yang dapat dijawab dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Tes bahasa ini terdiri dari:
1.       Test lisan
Pada test ini murid mendapat pertanyaan secara lisan yang harus dijawab secara lisan pula. Jumlah peserta dalam suatu saat boleh lebih dari satu, dengan pertanyaan diajukan dengan bergiliran.
2.       Test tulisan
 Test tulisan biasanya berbentuk karangan. Testee diminta mengarang dengan pembatasan berupa: judul karangan, dan jumlah maksimum halaman. Dalam pendidikan agama, juga baik sekali untuk melatih murid mengarang berupa membuat khutbah jum’at, menguraikan sejarah Nabi SAW, peristiwa isra’ mi’raj , peristiwa qurban, dan lain sebagainya.

d.      Test Perbuatan
Yaitu test yang dipergunakan untuk menilai berbagai macam perintah yang harus dilaksanakan. Seperti: mengkapani mayat, berwudhu’ , shalat , cara melaksanakan thawaf dan sebagainya.[5]


          [1]  Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 53-54
          [2] H. M. Arifin, Ilmu  Pendidikan Islam(Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 162-163
          [3] Armai Arief, op. cit, h. 56-58
          [4] H. M. Arifin, op. cit, h. 167
          [5] Armai Arief, op. cit, h. 60-67

Jarh wat Ta'dil


BAB I
                                                     PENDAHULUAN
Dalam pembahasan ulumul hadits kali ini yang akan disampaikan oleh kelompok sepuluh yang mana akan membahas ulama-ulama dalam masalah jarh wat-ta’dil.
Disini juga membahas kitab-kitab jarh wat-ta’dilyang disusun dengan berbagai jilid dari yang kecil sampai yang mencakup ribuan perawi atau dalam jilid besar. Diantara nama-nama kitab tersebut ialah, Ma’rifatur-rijal, Ad-Dhu’afa, At-Tsiqat, Al-Jarhu wat-ta’dil, Mizanu’l I’tidal, Lisanu’l Mizan.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.Ulama-ulama Ahli Aj-Jarh Wat Ta’dil
Menurut keterangan Ibnu ‘Ady (365 H) dalam muqaddimah kitabnya Al-kamil, para ahli telah memperkatan keadaan-keadaan para perawi sejak dari zaman sahabat.
Diantara para sahabat yang memperkatakan keadaan perawi-perawi hadits ialah, Ibnu Abbas (68 H)’Ubadah Ibnu Shamit (34 H) dan Anas Ibnu Malik (94 H).
Diantara Tabi’in, Asy-Sya’by (103 H). Ibnu Sirin (110 H). Sa’id Ibnu Al-Musaiyab (94 H).
Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang dicatati. Mulai abad yang kedua barulah banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu ada kalanya mengirsalkan hadits, ada kala karena memanfaatkan hadits yang sebenarnya mauquf, dan ada kalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seamsal Abu Harun Al-Abdary (143 H).
Sesudah berakhir masa tabi’in, yaitu kira-kira pada tahun 150 hijriah, bergeraklah para ahli memperkatakan keadaan-keadaan perawi (menta’dil dan mentajrihkan mereka).
Maka diantara ulama basar ang memberikan perhatian kepada urusan ini ialah, Yahya Ibnu Sa’id Al-Qaththan (211 H).
Sesudah itu, barulah para ahli menyusun kitab-kitab jarh dan ta’dil. Didalamnya diterangkan keadaan para perawi yang boleh diterima riwayatnya dan yang ditolak.
Daiantara pemuka-pemuka jarh dan ta’dil, ialah; Yahya Ibnu Ma’in (233 H). dan masuk kedalam perkataannya, Ahmad Ibnu Hambal (241 H). Muhammad Ibnu Sa’ad (230 H). Ali Ibnul Madiny (234 H). Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah (235 H). Ishaq Ibnu Rahawaih (237 H).
Sesudah itu, Ad-darimy  (255 H). Al-Bukhary (256 H), Al-Ajan (261 H), Muslim (261 H), Abu Zur’ah (264 H), Abu Hatim Ar-Razy (281 H), Abu Daud (275 H), Baqi Ibnu Makhlad (276 H), Abu Zur’ah ad-Dimasyay (281 H).
Dan terus-meneruslah pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang memperhatikan keadaan perawi sehingga sampai kepada Ibnu Hajar Al-Asqalany (852 H)[1]
B. Kitab-Kitab Al-Jarh Wat-Ta’dil Yang Diperlukan Dalam Penelitian Hadits.
Para penulis kitab jarh wat-ta’dil berbeda-beda dalam menyusun buku-bukunya. Sebagian ada yang kecil, hanya terdiri satu jilid dan hanya mencakup beberapa ratus orang rawi. Sebagian yang lain menyusnnya menjadi beberapa jilid besar-besar yang mencakup antara sepuluh sampai dau puluh ribu rijalus-sanad.
Disamping itu juga mereka berbeda-beda dalam mensistematiskan pembahasannya. Ada sebagian yang hanya menulis tentang rawi-rawi dha’if dan bohong saja. Ada yang menulis rawi-rawi yang tsiqah saja dan ada pula yang mengumpulkan kedua-duanya. Kitab-kitab itu antara lain;
1.      Ma’rifatur-rijal. Karya Yahya Ibnu Ma’in. kitab ini termasuk kitab yang pertama sampai kepada kita. Juz pertama kitab tersebut berupa manuschrift (tulisan tangan) berada didarul kutub Adh-Dhahirayah.
2.      Ad-Dhu’afa. Karya Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhary (194-252 H) kitab tersebut dicetak dihindia pada tahun 320 h.
3.      At-Tsiqat. Karya Abu Hasim bin Hibban Al-Busty (wafat tahun 304 H). perlu diketahui bahwa Ibnu Hibban ini sangat mudah untuk mengadilkan seorang rawi. Karena itu hendaklah hati-hati terhadap penta’dilannya. Naskah aslinya ditemukan didarul kutub Al-Mishiyah, dengan tidak lengkap.
4.      Al-Jarhu wat-ta’dil. Karya Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-razy (240-326 H). ini merupakan kitab jarh wat-ta’dil yang terbesar yang sampai kepada kita dan sangat besar faidahnya. Kitab itu terdiri dari empat jilid, besar-besar yang memuat 18050 orang rawi. Pada tahun 1373 H kitab itu dicetak diIndia menjadi 9 jilid. Satu jilid sebagai muqaddimah sedang tiap-tiap jilid yang asli dijadikan dua jilid.
5.      Mizanu’l I’tidal. Karya Imam Syamsudin Muhammad Dzahaby (673-748 H). kitab terdiri dari 3 jilid. Setiap rawi biarpun tsiqah diterangkan dan dikemukakan haditsnya. Sebuah atau beberapa buah munkar atau gharib. Kitab yang sudah berulang kali dicetak ini dan cetakkan yang terakhir dicetak dimesir, pada tahun 1325 H. dan terdiri dari 3 jilid mancakup 10.907 orang rijalus-sanad.
6.      Lisanu’l Mizan. Karya Al-Hafidh Ibnu hajar Al-‘Asqalany (773-852 H) sudah mencakup isi kitab Mizanu’l I’tidal dengan beberapa tambahan yang penting. Kitab itu memuat 14.343 orang Rijalus-sanad. Ia dicetak diIndia pada tahun 1329-1331 H, dalam 6 jilid.[2]
Dan ada juga beberapa kitab yang lain diantaranya;
v  At-Tarikhul kabir oleh Imam Bukhari, dimana kitab ini merupakan kitab yang secara umum mengurai para perawi terpercaya dan yang dhaif.
v  Al-Kamil Fidh Dhu’afa oleh Ibnu ‘Abdi, kitab  ini merupakan kitab yang khusus membahas kesimpang siuran perawi-perawi dhaif seperti halnya sudah jelas dipenamaannya.
v  Al-Kamal Fi Asma-Irrijal oleh abdul Ghani Al-Muqaddasi adalah kitab yang umum, hanya saja kitab ini terbatas membahas para perawi yang enam (Al-Kutubus-sittah).
v  Tahzibut Tahzib oleh Ibnu Hajar, kitab ini dianggap sebagai suntingan dan ringkasan kitab ‘’ Al-Kamal Fi Asmair-Rijal”.[3]















BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Menurut keterangan Ibnu ‘Ady (365 H) dalam muqaddimah kitabnya Al-kamil, para ahli telah memperkatan keadaan-keadaan para perawi sejak dari zaman sahabat dan tabi’in.

Dari sahabat diantarnya ialah,Ibnu Abbas (68 H)’Ubadah Ibnu Shamit (34 H) dan Anas Ibnu Malik (94 H).

Diantara Tabi’in, Asy-Sya’by (103 H). Ibnu Sirin (110 H). Sa’id Ibnu Al-Musaiyab (94 H).

Dan kitab-kitab jarh wat-ta’dil diantaranya ialah Ma’rifatur-rijal, Mizanu’l I’tidal, Ad-Dhu’afa, At-Tsiqat, Al-Jarhu wat-ta’dil, Lisanu’l Mizan.











DAFTAR PUSTAKA
      Ash-Shiddiqy,Hasbi.1980.Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta; Bulan Bintang
       Iltizah Syamsudin,Mizan Asrori.198  .Terjemahan Kitab Taisiiru Musthalahil Hadits.Surabaya; Al-Ihsan

        Rahman,Fathur.1995.Ikhtisar Musthalahul Hadits.
Bandung;PT.Alma’arif



1.Hasbi Ash-Shiddiqy, sejarah dan pengantar Ilmu Hadits (Jakarta; Bulan Bintang, 1980) h, 155-156.

2. fathur Rahman. Ikhtisar Musthalahul Hadits. (Bandung; PT. Alma ‘arif,1995)h, 279-280.
3. Mizan Asrori, Iltizah Syamsuddin MH, Terjemahan  kitab Taisiiru Musthalahil Hadits.(Surabaya;Al-Ihsan, 19   )h, 146-147.