Minggu, 14 Agustus 2011

Mustafa Kemal At Taturk


BAB I
PENDAHULUAN

Telah disebut dalam pembahasan-pembahasan mengenai Turki bahwa Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan membawa Turki turut dalam Perang Dunia I, dengan memihak pada Jerman. Setelah selesai perang dengan kekalahan dipihak Jerman dan Turki, Kabinet Turki Muda mengundurkan diri. Talat Pasya, Enver Pasya dan Jamal Pasya lari ke Eropa. Perdana menteri baru, Ahmad Izzet Pasya mencari perdamaian dengan pihak yang menang. Tentara sekutu masuk dan menduduki bagian-bagian tertentu dari kota Istambul.
Dalam pada itu, Yunani yang ingin mengembalikan kejayaan lama, mendarat di Izmir pada tanggal 15 Mei 1919 dengan dibantu oleh kepala perang Inggris, Prancis dan Amerika. Tanah, yang telah semenjak ratusan tahun dipandang tanah air oleh orang Turki, hendak dirampas oleh bekas jajahan. Ini menimbulkan amarah dan semangat rakyat Turki untuk membela tanah air.
Dalam suasana serupa inilah muncul Mustafa Kemal, seorang pemimpin Turki baru yang menyelamatkan kerajaan Utsmani dari kehancuran total dan bangsa Turki dari penjajahan Eropa.
Mustafa Kemal, ia penyelamat bangsa sekaligus pembangun bangsa dan juga negaranya. Ia bapak rakyat Turki dan dikenal dengan julukan Attaturk (Bapak Turki). Ia telah menciptakan Turki Modern (Republik Turki). Ia yang merubah kekhalifahan menjadi penganut sistem yang mengarah kebarat atau lebih modern. Beberapa peristiwa peubahan bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang ditempuh oleh Mustafa Kemal Attaturk di antaranya di bidang tradisi, industri, seni dan sastra.





BAB II
MUSTAFA KEMAL ATTATURK
DAN REPUBLIK TURKI
A.    Mustafa Kemal Attaturk
Mustafa Kemal adalah seorang pemimpin Turki baru yang menyelamatkan kerajaam Utsmani dari kehancuran total dan bangsa Turki dari penjajahan Eropa. Ialah pencipta Turki Modern dan atas jasanya, ia mendapat gelar Attaturk (Bapak Turki).[1]
Kemal bukan saja pahlawan yang mampu mengendalikan pasukan tentara serta menyelamatkan negaranya dari penjajahan Yunani dan gangguan bangsa Eropa yang merobek-robek kesatuan daulah Utsmaniyah pada Perang Dunia I, melainkan juga pendiri kebangkitan Turki Modern. Dia mengangkat Turki menuju peradaban modern dari waktu ke waktu dengan meniru kemajuan Islam pada abad-abad pertengahan, memasuki perbaikan yang mendasar ke dalam negaranya, serta bentuk-bentuk peradaban modern.[2]
Mustafa Kemal lahir di Salonika pada tahun 1881. Orang tuanya, Ali Riza, bekerja sebagai pegawai biasa di salah satu kantor pemerintahan di kota itu. Ibunya bernama Zubeyde. Seorang wanita yang amat dalam perasaan keagamaannya (Fanatik agama).
Ketika dipindahkan ke suatu desa di lereng gunung Olimpus, Ali Reza berhenti dari pekerjaannya sebagai pegawai pemerintah dan memasuki lapangan dagang kayu. Di daerah itu memang banyak terdapat kayu, tetapi dagangannya banyak mendapat gangguan dari kaum perampok yang berkeliaran di daerah itu. Ia pindah ke perusahaan lain tetapi juga gagal dan dalam keadaan susah ia ditimpa penyakit dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.
Pada mulanya, Mustafa atas desakan ibunya dimasukan di madrasah, tetapi karena tidak merasa senang belajar di sana ia selalu melawan guru. Ia kemudian dimasukkan orang tuanya ke sekolah dasar modern di Salonika. Selanjutnya memasuki Sekolah Militer Menengah atas usahanya sendiri. Dalam usia empat belas tahun ia tamat belajar di sekolah ini dan meneruskan pelajaran pada Sekolah Latihan Militer di Monastir. Di tahun 1899 setelah menyelesaikan pelajaran di Sekolah Latihan Militer, ia memasuki Sekolah Tinggi Militer di Istambul. Ijazahnya ia peroleh enam tahun kemudian dan kepadanya diberi pangkat kapten.[3]
Turki pada waktu itu sedang dalam periode sejarahnya yang paling buruk. Kehidupan ekonomi dan sosial negeri itu sedang lumpuh. Bangsa Turki yang dikenal gagah berani, menjerit geram di bawah kekuatan atau kekuasaan Sultan Abdul Hamid yang dispotik. Ibu kota menjadi ajang intrik asing dan pada gilirannya kendali Sultan mengendur terhadap daerah kekuasaannya yang amat luas dan juga di bidang internasional. Inilah yang menyebabkan Sultan dijuluki “Orang Sakit di Eropa”.[4]
Semasa belajar, Mustafa Kemal sudah mulai kenal dengan politik melalui seorang temannya bernama Ali Fethi. Temannya ini mendorongnya untuk memperkuat dan memperdalam pengetahuan tentang bahasa Perancis. Sehingga ia dapat membaca karangan filosof-filosof Perancis seperti Rousseu, Voltaire, August Comte, Montesque dan lain-lain. Di samping itu, sejarah dan sastra juga menarik perhatiannya.
Masa studi Mustafa Kemal di Istambul adalah masa meluasnya tantangan terhadap kekuasaan absolut Sultan Abdul Hamid dan masa pembentukan perkumpulan-perkumpulan rahasia bukan di kalangan politisi saja, tetapi juga di kalangan pemuda di sekolah militer. Mustafa dan teman-temannya pernah membentuk suatu komite rahasia dan menerbitkan surat kabar tulisan tangan yang mendukung kritik terhadap pemerintahan Sultan.[5]
Perkumpulan rahasia yang dibentuk oleh pemuda di sekolah militer tersebut dikenal dengan nama “Vatan” (tanah air), tujuannya hendak membebaskan Turki dari kekuasaan Sultan Abdul Hamid yang despotik, Kemal muda yang menjadi pemimpinnya.[6]
Setelah selesai studi, ia tidak meninggalkan kegiatan politik sehingga ia akhirnya bersama dengan beberapa temannya ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara oleh polisi rahasia Turki yang berhasil membongkar komplotan itu.[7]
Malam tahun 1905 itu panas dan lembab, nasib menemui ajal di tiang gantungan menanti para kadet muda tersebut. Mereka dengan gelisah mondar-mandir di sel bawah tanah yang gelap dan pengap. Di antaranya Mustafa Kemal.
Namun Sultan sendiri menjadi ragu-ragu, kadet-kadet yang dipenjarakannya adalah para calon jenderal yang bakal menjadi pemimpin militer negaranya. Bila hukuman mati terhadap mereka benar diaksanakan, niscaya dapat menimbulkan pemberontakan. Karena itu ia memerintahankan direkturat jenderal akademi militer agar mengawasi gerak-gerik para kadet lainnya, sambil menumpas segala upaya untuk menghidupkan kembali “Vatan”. Baru kemudian ia melepaskan para tahanan.
Itu tak berarti Sultan telah bebas dari rasa was-was. Mustafa Kemal secara khusus diperingati agar tidak mengikuti lagi setiap kegiatan semacam itu. Ia ditempatkan di Resiman Kavaleri di selatan Damaskus (Damsyik).[8]
Di Damasyik ia juga tidak melepaskan diri dari kegiatan politik, dan selalu mengadakan pertemuan dengan pemuka-pemuka yang dibuang ke kota ini. Mustafa Kemal dalam kedudukannya sebagai Perwira yang dapat berkunjung ke kota-kota lain, memberi bantuan dalam membentuk cabang-cabang di Yaifa, Yerussalem dan Beirut. Kemudian ia melihat bahwa di daerah ini revolusi Turki tidak akan bisa muncul, karena penduduknya berbangsa Arab dan juga terletak agak jauh dari Istambul. Tempat yang strategis adalah Salonika. Cuti sakit yang diperolehnya, ia pakai untuk berkujung ke kota tempat ia lahir itu. Di sana ia berhasil membentuk cabang dari perkumpulan yang didirikan di Damsyik. Namanya dirubah menjadi “Vatan Ve Hurriyet” (Tanah Air dan Kemerdekaan). Di tahun 1907 ia pindah ke Salonika untuk bekerja di staf umum.[9]
Dalam pada itu, ia menerima informasi tentang didirikannya sebuah kelompok revolusioner baru, “Komite Persatuan dan Kemajuan”. Kelompok itu dipimpin Enver Pasya, seorang jenius militer Turki.[10]
Perkumpulan baru itu lebih besar pengaruhnya dari perkumpulan Vatan Ve Hurriyet, Mustafa Kemal melihat tidak ada jalan lain baginya kecuali turut menggabungkan diri dalam gerakan Persatuan dan Kemajuan. Dalam revolusi 1908 ia tidak mempunyai peranan, karena tidak dapat menandingi pemimpin-pemimpin senior seperti Enver, Talat, Jemal dan lain-lain.[11]
Sebagai realis yang keras dan sengit, ia merupakan “kontrasi” yang menyenangkan bagi Enver. Enver sendiri sangat ulet, berani, di samping seorang realis. Karena kedua orang partisan ini militer yang jenius, mereka sama berperan vital dalam usaha menyelamatkan Turki dari keruntuhan di awal abad ke-20.[12]
Di konferensi Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan yang diadakan di Salonika, Mustafa Kemal mengeluarkan pendapatnya tentang partai dan tentra yang keduanya telah bergabung menjadi satu dalam perkumpulan tersebut. Keadaan serupa ini, menurut Mustafa Kemal tidak menguntungkan bagi perjuangan. Agar negara dan konstitusi dapat dipertahankan. Demikian ia menjelaskan, diperlukan tentara yang kuat di satu pihak dan partai yang kuat di pihak lain. Perwira yang harus tunduk kepada dua kepala akan menjadi prajurit yang tidak baik. Ia akan mengabaikan kewajiban-kewajiban militernya dan mudahlah musuh mengadakan gerakan perlawanan. Seperti yang diadakan oleh Sultan Abdul Hamid. Dalam pada itu, hubungannya dengan rakyat terputus dan terjadilah kekacauan politik dan selanjutnya timbulah perasaan tidak senang di kalangan rakyat. Perwira mesti disuruh memilih tinggal di dalam partai dan keluar dari tentara, atau tinggal dalam  tentara dan keluar dari partai. Selanjutnya harus dikeluarkan undang-undang yang melarang perwira menjadi anggota partai. Pendapatnya ini kurang mendapat sambutan dari konferensi.
Ia dengan temannya Ali Fethi tidak setuju dengan poitik Enver, Talat dan Jemal dan tidak segan mengeluarkan kritik terhadap ketiga pemimpin itu. Akhirnya   di tahun 1913 Fethi dibuang ke Sofia sebagai Duta dan Mustafa Kemal ikut sebagai Attase Militer. Di sinilah Kemal berkenalan langsung dengan peradaban Barat yang amat menarik perhatiannya, terutama pemerintahan parlementer. Setelah Perang Dunia I pecah ia dipanggil kembali untuk menjadi panglima Divisi 19.
Di medan pertempuran ia menunjukan keberanian dan kecakapan terutama di daerah Gallipoli dan daerah perbatasan Kaukasus. Sebagai penghargaan terhadap kecakapannya dalam pertempuran, pangkatnya dinaikkan dari kolonel menjadi jenderal ditambah dengan gelar Pasya. Hubungannya dengan pemimpin-pemimpin Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan tetap tidak lancar. Politik Enver Pasya melibatkan kerajaan Utsmani dalam Perang Dunia I ia salahkan. Akhirnya ia mengundurkan diri dari perkumpulan itu.
Sehabis Perang Dunia I, ia diangkat menjadi Panglima dari semua pasukan yang ada di Turki Selatan. Izmir telah jatuh dan Smyma telah diduduki tentara sekutu, dan kewajiban Mustafa Kemallah membebaskan daerah itu dari kekuasaan asing. Dengan mendapatkan sokongan dari rakyat yang telah mulai membentuk gerakan-gerakan membela tanah air. Ia akhirnya dapat memukul musuh dan menyelamatkan daerah Turki dari penjajahan asing.
Dengan teman-temannya dari pimpinan nasionalis lain, Ali Fuad, Rauf dan Reafat, ia dalam pada itu mulai menentang perintah yang datang dari Sultan di Istambul telah berada di bawah kekuasaan sekutu dan harus menyesuaikan diri dengan kehendak mereka.
Mustafa Kemal melihat perlu diadakan pemerintahan tandingan di Anatolia. Segera ia dengan rekan-rekannya tersebut di atas mengeluarkan maklumat yang berisi pernyataan-pernyataan berikut:
1.Kemerdekaan tanah air sedang dalam keadaan bahaya.
2.      Pemerintah di ibu kota terletak di bawah kekuasaan sekutu dan oleh karena itu tidak dapat menjalankan tugas.
3.      Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari kekuasaan asing.
4.      Gerakan-gerakan pembela tanah air yang telah ada harus dikordinir oleh suatu panitia nasional pusat.
5.      Untuk itu perlu diadakan kongres.[13]
Kemudian, pesan  tersebut menginginkan adanya kongres yang independent tanpa ada campur tangan luar untuk tetap menjaga martabat negara di mata dunia. Ia mengundang masing-masing delegasi daerah ke Siva yang dianggapnya sebagai tempat paling aman untuk tujuan di atas. Setelah kegiatan bawah tanahnya tercium oleh pusat kekuasaan. Ia di panggil ke pusat kekuasaan (Istambul) dan diberi tugas untuk mencegah setiap kegiatan yang anti Sultan secara terbuka. Tugas ini jelas ditolaknya dan akhirnya ia dipecat dari jabatannya sebagai Panglima, ia pun melepaskan semua jabatannya dan menjadi orang sipil dan meneruskan kegiatan politiknya di Anatolia.
Di Anatolia, ia berkiprah di Association for the Defence of the Right of Eastern Anatolia, sebuah pergerakan untuk mempertahankan hak-hak masyarakat Anatolia Timur dan didirikan di Erzurum 3 Maret 1919. Asosiasi ini dikemudian hari meluas menjadi asosiasi pembebasan masyarakat Anatolia dan Rumelia, Mustafa Kemal mejadi ketuanya. Akhirnya Asosiasi tersebut juga mejadi alat perjuangan politik masa depan.[14]
Kongres yang dimaksud diadakan pertama kali di Erzurum dan diputuskan untuk membela serta mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan tanah air dan mengadakan rapat Majlis Nasional dalam waktu singkat. Kongres kedua diadakan di Siva dan di sini diputuskan Turki harus bebas dan merdeka, selanjutnya dibentuk Komite Perwakilan Rakyat. Mustafa Kemal dipilih sebagai ketua.
Dalam pada itu, pemilihan untuk parlemen di Istambul diadakan dalam pemilihan itu golongan nasionalis memperoleh mayoritas. Tetapi parlemen tidak dapat bekerja karena selalu mendapat intervensi dari kalangan sekutu dan akhirnya menunda pengadaan rapat sampai waktu tidak tertentu. Banyak dari anggotanya menggabungkan diri dengan Mustafa Kemal di Antolia.[15] 
Pada permulaan bulan Juli 1920, ia telah mendirikan National Assembly, Dewan Nasional di Angkara, yang kemudian menjadi ibu kota Republik Turki. Pada saat pendiriannya ia mengatakan bahwa kenyataan yang paling mendasar dalam praktek kenegaraan adalah kecenderungan populisme, yaitu pemerintahan rakyat. Yang ia maksud dengan populisme ialah diberikan secara langsung kekuasaan, kedaulatan, kekuatan dan pemerintahan kepada rakyat. Hasilnya adalah dalam Law of Fundamental Organization, 20 Januari 1921 yang merupakan kesepakatan Grand National Assembly, disebutkan bahwa yang menjadi penguasa adalah mereka yang menjadi perwakilan rakyat.
Kesepakatan ini jelas mendapatkan perlawanan dari pihak Istambul. Setelah terjadi dialog antara kedua belah pihak, maka kesepakatan tentang kekuasaan rakyat ditambahkan pernyataan bahwa format pemerintahan dalam bentuk kesultanan dan khilafah tidak perlu dipertanyakan. Kesepakatan ini justru merupakan kemenangan Kemal dan kawan-kawan. Ia mengusulkan agar kekuasaan Sultan dan Khalifah akhirnya dipisahkan dan yang pertama kemudian dihapuskan. Sedangkan Khalifah hanya untuk menjaga kekuasaan keagamaan saja. Kompromi ini dimaksudkan untuk menjaga merembetnya oposisi keagamaan ke persoalan politik dan pada saat yang sama, untuk mengakhiri otokrasi seorang Sultan.
Musatafa Kemal kemudian memulai langkah pembaharuan berikutnya, yaitu dengan menciptakan sebuah instrument politik baru.
Pada tanggal 16 april 1923 Grand National Assembly membubarkan diri dan mempersiapkan pengadaan pemilu.[16]
Demikianlah, Mustafa Kemal dan teman-temannya dari golongan nasionalis bergerak terus dan dengan perlahan-lahan dapat menguasai situasi, sehingga akhirnya sekutu terpaksa mengakui mereka sebagai penguasa de fakto dan de jure di Turki.[17]
Oleh karenanya, ketika negara-negara sekutu sudah merasa lelah dan sudah tidak lagi ada keinginan untuk melanjutkan pertempuran pada saat itu, maka pada tanggal 23 Juli 1923 diadakan Konferensi Lusan (Perjanjian Lausanue). Dari hasil konferensi itu ditetapkan wilayah Turki yang meliputi Asia kecil, kota Konstantinopel dan Tarakia Timur dan diputuskan pula bahwa bangsa Yunani yang berdiam di Asia kecil harus pindah ke tempat asal mereka (Yunani) begitu juga orang-orang keturunan Turki yang berada di Yunani harus kembali ke Antolia.[18]
Anggota Assembly baru hasil pemilu memiliki anggota 286 perwakilan dan pada tanggal 11 Agustus 1923 memilih Mustafa Kemal sebagai Presiden dan Fethi sebagai Perdana Menteri. Dengan ini negara baru Turki berdiri tidak atas dasar dinasti, kerajaan, maupun agama melainkan atas dasar nation (bangsa), rakyat dengan ibu kota di tengah-tengah Turki, yakni Angkara (menggantikan Konstantinopel).[19]
Kemudian Majlis Kebangsaan (Assembly) menetapkan bahwa Turki tidak bersultan lagi atau dengan kata lain sultan tidak berkuasa lagi atas Turki melainkan hanya sebagai “kepala keagamaan”. Tetapi, segera menyusul pengumuman Majlis Kebangsaan berikutnya, berupa ketetapan yang menetapkan bahwa khalifah sebagai kepala keagamaan juga dicabut dan khalifah dipersilahkan pergi tidak usah kembali lagi (Maret 1924).
Adapun latar belakang mengapa jabatan khalifah sebagai kepala agama juga  dicabut karena menurut asumsi Mustafa Kemal jabatan kepala keagamaan di kalangan Dunia Islam dianggap lebih tinggi dari jabatannya sebagai Presiden. Dengan demikian maka bila jabatan kepala agama masih dipegang khalifah, hal itu berarti Dunia Islam masih menaruh harapan terhadap Turki.[20]
Reformasi Mustafa Kemal berlanjut kepada reformasi di bidang kelembagaan. Pada pidato pembukaan di Deman Nasional 1 Maret 1924, Mustafa mengemukakan tiga pendapat yang isinya menyelamatkan dan menjaga stabilitas Republik, pembentukan sistem pendidikan terpadu, dan keharusan untuk mengurangi pengaruh Islam dengan menghindarkannya untuk dijadikan instrument politik sebagaimana yang dilakukan sejak berabad-abad yang silam. Pandangan ketiganya dijelaskan lebih lanjut dalam pertemuan Partai Rakyat. Itu berarti juga membersihkan unsur-unsur Turki Utsmani dalam Republik Turki, selain itu, kebijakan tersebut berarti serangan Kemal secara terbuka kepada kekuatan-kekuatan ortodoksi Islam yang telah begitu mapan. Seperti pada tanggal 3 maret 1924, Grand National Assembly, secara resmi menghapus lembaga kesultanan dan khilafah. Tidak lama kemudian, hari libur nasional sesuai kebijakasanaan dirubah dari hari Jum’at ke hari Minggu dan keluar peraturan tentang keharusan memakai busana Barat.
Kebijaksanaannya bukan tanpa halangan, kelompok oposisi yang menamakan dirinya sebagai Progessive Republican Party, yang dahulu adalah teman dekatnya semasa revolusi, akhirnya justru jadi penentangnya. Dari kalangan Islam konservatif, kalangan muslim di Mesir dengan diwakili Syeikh Al-Azhar menentang pembaharuan semacam ini.
Reformasi di bidang hukum sebenarnya merupakan perpanjangan dari kebijakan untuk memisahkan Islam dari urusan kenegaraan. Pada tangal 8 April 1924, ia menghapuskan pengadilan syariat yang dahulunya dilakukan secara terpisah. Untuk itu ia memerintahkan penyusunan perundang-undangan hukum sipil dengan mengadopsi perundang-undangan Barat sesuai dengan kebutuhan rakyat Turki. Beberapa tahun kemudian, Turki memiliki undang-undang di bidang obligasi, perdagangan, kelautan, kriminal, perdata dan sistem yurisdiksi yang mengatur perundang-undangan tersebut.[21]

B.  Republik Turki
Semenjak Mustafa Kemal menjadi pemimpin (Presiden) di Turki. Sejak itu ia memegang kekuasaan absolut di Turki. Ia penyelamat sekaligus pembangun bangsa dan negaranya. Ia bapak rakyat dan terkenal dengan julukan Attaturk.[22]
Setelah sistem kesultanan dihapuskan dan ia dipilih menjadi presiden Republik Turki pada tahun 1923, kemauan masyarakat masih cenderung kepada pelestarian sistem kekhalifahan. Akan tetapi, Mustafa Kemal menyadari, sistem kekhalifahan bisa mengembalikan sistem kepada zaman kejayaan Islam di Turki. Ia menolaknya, ia menetapkan bahwa negara harus dijalankan seperti yang pernah berlaku di Eropa, tanpa harus melihat masa lalu atau tradisi yang pernah berlaku.[23]
Sejarah Turki Modern dapat dibedakan menjadi dua fase. Periode antara 1921 dan 1950 merupakan fase kediktatoran presidensial, reformasi agama dan merupakan tahap awal program industrialisasi. Dari tahun 1950 sampai sekarang ini merupakan fase sistem politik multi-partai dan fase berkembangnya diferensiasi sosial. Fase perubahan ekonomi yang pesat dan fase berkecambuknya konflik ideologis. Periode Kemalis bermula dari tahun 1921 dengan the Law Fundamental Organization yang menegaskan pemerintah bangsa Turki.[24]
Mustafa Kemal sendiri dalam salah satu pidatonya mengatakan bahwa kelanjutan hidup di dunia peradaban modern menghendaki dari sesuatu masyarakat supaya mengadakan perubahan dalam diri sendiri. Di zaman yang dalamnya ilmu pengetahuan membawa perubahan terus menerus bangsa yang berpegang teguh pada pemikiran dan tradisi yang tua lagi usang, tidak akan dapat mempertahankan wujudnya. Masyarakat Turki harus dirubah menjadi masyarakat yang mempunyai peradaban Barat dan segala kegiatan reaksioner harus dihancurkan.
Mustafa Kemal sebagai nasionalis dan pengagum peradaban Barat tidak menentang agama Islam. Baginya Islam adalah agama yang rasional dan perlu bagi ummat manusia. Tetapi agama yang rasional ini telah dirusak oleh tangan manusia. Oleh sebab itu, ia melihat perlunya diadakan pembaharuan dalam soal agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki.
Sekularisasi yang dijalankan Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama. Sekularisasinya berpusat pada kekuasaa golongan ulama dalam soal negara dan dalam sosial politik. Oleh karena itu, pembentukan partai yang berdasarkan agama dilarang seperti Parta Islam, Partai Kristen dan sebagainya. Yang terutama ditentangnya adalah ide negara Islam dan pembentukan negara Islam. Negara mesti dipisahkan dari agama. Institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik dan pendidikan harus dibebaskan dari kekuasaan syariat. Negara dalam pada itu menjamin kebebasan beragama bagi rakyat.
Paham sekularisme dan sekularisasi yang dijalankan Mustafa Kemal bukan tidak mendapat tantangan. Tantangan keras datang dari golongan Islam, tetapi dapat dipatahkan.[25]    
Salah satu kelompok oposisi yang menentang kebijakan sekularisasinya adalah Progessive Republican Party, yang dahulu adalah teman dekatnya semasa revolusi, akhirnya justru menjadi penentangnya. Dari kalangan Islam konservatif, kalangan muslim di Mesir dengan diwakili Syekh al-Azhar menentang pembaharuan semacam ini.[26]
Arti sekuler secara rinci adalah tidak ada campur tangan agama atau mazhab agama seseorang dalam bentuk apapun atau agama (mazhab agama) seseorang itu tidak boleh menjadi perintang untuk memperoleh hak kemanusiannya. Akan tetapi, pengertian sekuler yang lebih popular berbeda dengan pengertian sekuler di atas. Karena pengertian sekuler yang popular itu hampir sama dengan pengertian atheis. Pengertian sekuler yang popular digalakan di Turki pada Mustafa Kemal. Berikut ini akan kita kemukakan beberapa peristiwa perubahn di bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang ditempuh oleh Mustafa Kemal Attaturk (Bapak Turki). Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
·         Pada bulan Maret 1924 Majlis Kebangsaan mengadakan sidang. Hasil sidang tersebut menetapkan bahwa jabatan khalifah, jabatan menteri syariat dan waqaf dihapuskan. Langkah berikutnya, demi untuk menyempurnakan ide tentang Turki modern, Mustafa Kemal menghapuskan seluruh atau hampir seluruh instituisi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Dia mengumumkan penghapusan mahkamah syar’iyyah dan menggantikannya dengan mahkamah sipil ala Barat. Lembaga-lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah agama dihapuskan. Selanjutnya seluruh lembaga pendidikan digabungkan di bawah satu naungan Departemen Pendidikan.
·         Pemerintah Attaturk tidak henti-hentinya melakukan usaha-usaha perubahan demi terhapusnya unsur keagamaan dari pemerintahan atau paling tidak demi melepaskan pemerintahan dari sebagian besar unsur-unsur Islam. Jumlah mesjid dibatasi dan tidak dibenarkan luas halaman mesjid lebih dari lima ratus meter. Kemudian para khatibnya pun diangkat oleh pemerintahan dikurangi hingga di seluruh wilayah Turki hanya tinggal tiga ratus saja dan mereka dalam menyampaikan khutbah Jum’at di samping menyampaikan masalah-masalah agama, mereka pun diharuskan menyampaikan masalah-masalah pertanian, perdagangan dan sebagainya. yang sangat melukai perasaan umat Islam adalah tindakan menutup dua mesjid raya yang ada di Istambul, yang pertama Mustafa Kemal hendak merubah Mesjid Raya Sophia hendak dijadikan musium dan yang kedua menutup Mesjid Al-Fatih mau dijadikan gudang.
·         Kemudian Mustafa Kemal melarang poligami, sesuai dengan hukum model Swiss walaupun dalam prakteknya ada sedikit perubahan yaitu bagi mereka yang dianggap kaya dan mampu masih tetap diperbolehkan.
·         Dalam upaya menjauhkan diri dari Islam dan dalam rangka westernisasi pemerintah Turki tidak memperkenankan masyarakat umum memakai jubah dan cadar kecuali para agamawan dan sebagai gantinya masyarakat memakai baju dan topi ala Barat. Kemudian pemerintah mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan warga negara Turki memakai nama marga di belakang namanya, yang tidak dikenal di kalangan masyarakat Turki sebelumnya. Kemudian pemerintah melarang mengadakan kegiatan spiritual yang biasa dilakukan pengikut tarekat dan menutup tempat-tempat tersebut. Pemerintah dengan kejam menindak siapa saja yang coba-coba mengkritik kebijaksanaannya dalam masalah-masalah keagamaan. Para wanita Turki seperti prianya diperbolehkan bekerja. Huruf Arab dihapus dan diganti dengan huruf latin. Demi terhapusnya huruf Arab dari bumi Turki, secara langsung Attaturk pribadi menjadi pengajar huruf latin, di setiap kota dan desa didirikan sekolah-sekolah untuk mengajarkan huruf latin (yang telah diresmikan menjadi huruf nasional) kepada masyarakat tanpa mengenal usia. Kemudian fakultas-fakultas pendidikan tradisional, mata kuliah bahasa Arab dan Persia dihapuskan, padahal kedua bahsaa tersebut merupakan unsur penting untuk memahami kesastraan Turki. Percetakan-percetakan dilarang menerbitkan buku yang berbahasa Turki yang menggunakan huruf Arab.
Seluruh perubahan yang dilakukan Mustafa Kemal ini telah memutuskan Turki dengan masa lalunya (Islam) dan telah memutuskan Turki dengan saudara seagamanya diseluruh Dunia Islam.[27]
Pada masa Attaturk terjadi perkembangan yang luar biasa dalam bidang seni dan sastra karena usaha-usaha yang diprakarsainya, setelah kedua bidang ini dilupakan orang selama bertahun-tahun, kecuali seni bangunan pada masa sultan-sultan Utsmaniyah. Untuk pertama kalinya muncul patung yang sangat tidak disenangi oleh para tokoh agama pada masanya. Mulai saat itulah muncul nama-nama pelukis yang ulung. Lukisan mereka dipergunakan untuk menghias buku. Pada masanya pula didirikan institusi musik yang mempunyai tugas mengubah musik Barat menjasi musik Turki, dan untuk memperkaya musik Turki yang sudah ada. Berpuluh-puluh penyair dan sastrawan mengungkapkan kehidupan bangsanya yang baru dalam hasil karya mereka dan kecenderungan bangsanya menuju kehidupan yang lebih makmur dan luas bercakrawala.
Pemerintahan Attaturk juga tidak mengabaikan pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi negaranya. Meskipun demikian, ia telah mencurahkan perhatiannya kepada industri yang belum pernah dikenal pada masa daulah Utsmaniyah kecuali industri sajadah, sehingga perindustrian tumbuh sangat pesat pada zamannya. Mungkin salah satu sebabnya ialah karena Attaturk sangat menekankan bahwa industri harus menjadi dasar yang kuat bagi politik militernya yang disandarkan kepada tentara yang terlatih dan bersenjata canggih, dan juga untuk memenuhi keperluan tentaranya dengan produksi dalam negeri sendiri.[28]
Melihat pola pemerintahan, sepak terjang dan gaya politik yang dikembangkan Mustafa Kemal Attaturk di Turki. Ia lebih cenderung kepada barat yang menganut sistem sekuler. Tak heran, bila banyak pihak yang mempertanyakan julukannya sebagai Bapak modern Turki. Sebab, yang lebih identik dengan kekhalifahan Islam dan tempat berkuasanya khilafah Turki Utsmani (ottoman), justru menganut sistem Barat yang sekuler.[29]
Orang Turki berkata tentang Islam dalam sekularisme Turki: Islam memerlukan reformasi, pembaharuan. Hingga tingkatan ini Turki masih berada di barisan depan dunia Islam. Orang-orang Arab dan yang lain-lain, orang-orang bodoh, masih terikat kepada kepicikan mereka yang telah kolot berpikir, Turki telah melepaskan Islam, sama sekali tidak. Turki hanyalah mengambil sekarang ini langkah yang perlu, yang sehat, yang membaharui dengan menjadikan agama sebagaimana seharusnya. Suatu soal perseorangan pribadi, suatu hal hati nurani, suatu soal kepercayaan prive. Perasaan agama terlalu kuat berakar dalam jiwa manusia untuk agama supaya dihapuskan. Kami hanyalah membebaskannya.[30]
Ia (Mustafa Kemal) meninggal dunia di tahun 1983. Usaha pembaharuan yang dimulainya dijalankan terus oleh pengikut-pengikutnya. Tetapi bagaimanapun rasa keagamaan yang mendalam di kalangan rakyat Turki tidak menjadi lemah dengan sekularisasi yang dilakukan Mustafa Kemal dan pemerintahan nasionalis Turki. Islam telah mempunyai akar yang mendalam pada masyarakat Turki, dan payah dapat dipisahkan dari identitas nasional Turki. Orang Turki merasa dihinakan kalau dikatakan bahwa ia bukan Islam.
Sekularisme Mustafa Kemal tidak menghilangkan agama Islam dari masyarkat Turki dan Mustafa Kemal memang tidak bermaksud demikian. Yang ia maksud ialah menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan.[31]
Mustafa Kemal, pahlawan seratus pertempuran dan pendiri Turki Modern, meninggal dunia pada tahun 1938. Tanpa diragukan lagi ialah pribadi terbesar pada zamannya. Seorang jenius militer, negarawan yang menonjol, dan revolusioner yang gagah berani. Ia penyelamat negaranya dari kepunahan total dan menegakkan kembali ke atas dasar yang kokoh. Turki Modern adalah monumennya yang hidup.[32]












BAB III
PENUTUP
Mustafa Kemal Attaturk merupakan seorang jenius militer, negarawan yang menonjol dan seorang revolusioner yang gagah berani. Ia penyelamat negaranya dari kepunahan total, dan menegakkannya kembali ke atas dasar yang kokoh. Republik Turki (Turki Modern) merupakan monumennya yang hidup. Walaupun banyak yang memandang miris tentang pemikiran dan pembaharuan Mustafa Kemal terhadap negaranya Turki bahwa ia merubah melepas negaranya dari agamanya Islam. Sekularisasi Mustafa Kemal ini sebenarnya tidak sampai menghilangkan agama. Sekularisasinya berpusat pada kekuasaaan golongan ulama dalam soal negara dan dalam soal politik.
 Mustafa Kemal sebagai nasionalis dan pengagum peradaban Barat tidak menentang agama Islam. Baginya Agama Islam adalah agama yang rasional dan perlu bagi ummat manusia. Tetapi agama yang rasional ini telah rusak oleh tangan manusia sendiri. Oleh sebab itu, ia melihat perlu diadakan pembaharuan dalam soal agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki.










DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan, H. AJARAN DAN SEJARAH ISLAM UNTUK ANDA. Jakarta: Pustaka Jaya. 1972
Syalabi, Ahmad, Prof. Dr. IMPERIUM TURKI UTSMANI. Jakarta: Kalam Mulia, 1988)
Lapidus, Ira M. SEJARAH SOSIAL UMMAT ISLAM. Jakarta: Raja Grapindo Persada. 1999
Mughni, Syafiq A, DR. SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI TURKI. Ciputat: Logos. 1999
Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2000
Nasution, Harun, Prof. Dr. PEMBAHARUAN DALAM ISLAM. Jakarta: PT Bulan Bintang. 1992
Amin, Husayn Ahmad. SERATUS TOKOH DALAM SEJARAH ISLAM. Bandung: PT Remaja Rosadakarya. 2000












[1] Harun Nasution, PEMBAHARUAN DALAM ISLAM (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992), h. 142
[2] Husayn Ahmad Amin, SERATUS TOKOH DALAM SEJARAH ISLAM (Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2000), h. 307
[3] Harun  Nasution, op.cit., h. 143
[4] Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 330
[5] Harun  Nasution, op.cit., h. 143
[6] Jamil Ahmad, op.cit., h. 330

[7] Harun  Nasution, op.cit., h. 143
[8] Jamil Ahmad, op.cit., h. 330
[9] Harun  Nasution, op.cit., h. 144
[10] Jamil Ahmad, op.cit., h. 330
[11] Harun  Nasution, op.cit., h. 144
[12] Jamil Ahmad, op.cit., h. 331
[13] Harun  Nasution, op.cit., h. 144-146

[14] Syafiq A Mughni, SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI TURKI (Ciputat: Logos, 1999), h. 147
[15] Harun  Nasution, op.cit., h. 146-147
[16] Syariq A Mughani, op.cit., h. 148
[17] Harun  Nasution, op.cit., h.147
[18] Ahmad Syalabi, IMPERIUM TURKI UTSMANI (Jakarta: Kalam Mulia, 1988), h. 81
[19] Syariq A Mughani, op.cit., h. 148
[20] Ahmad Syalabi, op.cit., h. 81-82
[21] Syariq A Mughani, op.cit., h. 149
[22] Jamil Ahmad, op.cit., h. 153
[23] Husayn Ahmad Amin, op.cit., h. 307
[24] Ira M Lapidus, SEJARAH SOSIAL UMMAT ISLAM (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1999), h. 88
[25] Harun Nasution, op.cit., h.148-153
[26] Syafiq A Mughni, op.cit., h. 149
[27] Ahmad Syalabi, op.cit.,  h. 83-85
[28] Husayn Ahmad Amin, op.cit.,  h. 308-309
[30] Rosihan Anwar, AJARAN DAN SEJARAH ISLAM UNTUK ANDA (Jakarta: Pustaka Jaya, 1972), h. 240
[31] Harun Nasution, op.cit., h. 154
[32] Jamil Ahmad, op.cit., h. 336

Tidak ada komentar:

Posting Komentar