Minggu, 14 Agustus 2011

Kematangan dalam Beragama


BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai makhluk Tuhan yang ada sebelumnya tidak ada, dan pada akhirnya akan mengalami ketiadaan lagi, manusia membutuhkan yang namanya perkembangan dengan adanya dia akan menjadi sesuatu yang berharga. Perkembangan manusia tersebut ada dua macam, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani.
Tingkat yang dicapai oleh setiap orang berbeda-beda. Perkembangan jasmani belum tentu disertai dengan perkembangan rohani. Secara fisik orang bisa dianggap dewasa, akan tetapi secara rohani ia ternyata belum matang. Perkembangan manusia dalam hal rohani tersebut dapt dilihat dengan adanya kriteria-kriteria sehingga orang itu bisa dikategorikan sebagai orang yang memang pantas mendapat julukan orang yang matang agamanya.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini akan dipaparkan tentang ciri dan sikap orang yang matang beragama dan sorotannya pada tingkat jiwa yang sakit dan yang sehat, serta memaparkan kriteria tersebut berdasarkan al-Qur’an yang merupakan seumber dari ajaran umat Islam dan pendapat para tokoh psikologi tentang kematangan beragama.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kematangan Jiwa Beragama Sebuah Proses
Penggambaran tentang kematangan jiwa beragama tidak terlepas dari kriteria kematangan kepribadian. Kesadaran beragama yang mantap hanya terdapat pada orang yang memiliki kepribadian yang matang. Akan tetapi kepribadian yang matang belum tentu disertai kesadaran beragama yang mantap.
Pendapat beberapa aliran psikologi tentang kriteria orang yang matang beragama, yaitu :
1.      Aliran Psikoanalisis
Psikoanalisis telah membangkitkan cara baru dalam melihat dan membahas gejala lama, yaitu hubungan psikologi dan agama serta memperluas dasar untuk memahami pengalaman keagamaan. Sumbangan penting psikoanalisis bagi psikologi agama adalah bahwa faktor yang ada di luar bidang kesadaran mempengaruhi pembentukan dan kelanjutan hidup keagamaan.
Secara singkat bisa disimpulkan bahwa kriteria orang yang matang beragama menurut aliran psikoanalisis adalah :
a.       Mereka mampu memahami bahwa ada Tuhan yang menciptakan kita.
b.      Mampu mengendalikan diri baik dalam hal nafsu agresi dan ketakutan.[1]
2.      Aliran Behavioristik
Aliran ini tidak memberi perhatian banyak terhadap agama, karena ia menilai bahwa kita tidak perlu berusaha menemukan apa yang sesungguhnya diri kita, jiwa, perasaan, dan siapa pula yang menciptakannya. Dan yang terpenting adalah diri kita bisa berubah sesuai dengan usaha kita untuk menciptakan segala perubahan. Oleh karena itu aliran ini kurang begitu menyoroti apa itu agama dan seperti apa orang yang matang beragama.
3.      Aliran Humanistik
Karena aliran ini lebih menekankan pada perorangan, individual dengan mengorbankan kekuatan sosial yang ada, maka agama menurut aliran ini adalah urusan pribadi dengan Tuhan. Orang yang sudah matang agamanya menurut aliran ini adalah orang yang mampu menyadap sumber kekuatan pribadi, mampu mengatur perilaku sendiri dan memilih menurut pegangan yang dipilih.[2]
B.       Ciri-ciri dan Sikap Keberagamaan
Berdasarkan temuan psikologi agama, latar belakang psikologis, baik  dipengaruhi beberdasarkan fartor intern maupun hasil pengaruh lingkungan bemberi ciri pada pola tingkah lakudan sikap seseorang dalam bertindak. Pola seperti itu memberi bekas pada si kap seseorang terhadap agama. William James melihat adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya.
Dalam bukunya The Varieties of Religious Experince William James menilai secara garis besar sikap dan prilaku keagamaan itu dpat dikelompokan menjadi dua: 1) Tipe orang yang sakit  jiwa, dan 2) tipe orang yang sehat jiwa. Kedua tipe ini menunjukan prilaku dan sikap yang berbeda.
1.        Tipe Orang yang Sakit Jiwa (The sick soul)
Menurut William James, sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ditemui pada mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu. Faktor intern yang diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya sikap keberagamaan yang tidak lazim ini adalah:
1.      Tempramen.
2.      Gangguan jiwa.
3.      Konflik dan keraguan.
4.      Jauh dari Tuhan.
Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cendrung menampilkan sikap:
a.       Pesimis.
b.      Introvert.
c.       Menyenangi paham yang ortodoks.
d.      Mengalami proses keagamaan secara nograduasi.
Fartor ektern yang dipekirakan turut mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak adalah:
1.      Musibah.
2.      Kejahatan.
2.                Tipe Sehat Jiwa Orang yang (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houst Clarkdalam bukunya Religion Psychology adalah:
a.       Optimis dan Gembira.
b.      Ekstrovet dan tak mendalam.
c.       Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal.
Walaupun keberagamaan orang dewasa ditandai dengan keteguhan dalam pendirian, ketetapan dan kepercayaan, baik dalam bentuk positif, maupun negatif, namun dalam kenyataan yang ditemuimasih banyak juga orang dewasayang berubah keyakinan dan kepercayaan. Perubahan itu bisa kearah acuh tak acuh terhadap agama, atau kearah ketaan terhadap agama. Salah satu bentuk perubahan dalam keyakinan dan kepercayaan suatu agama yang terpenting adalah “konversi agama”.[3]

C.       Kriteria orang Yang Matang Beragama
            Kesadaran beragama merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang mengadakan tanggapan,reaksi, pengolahan,dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari luar. Kesadaran beragama tidak hanya melandasi tingkah laku yang tampak, tetapi juga mewarnai sikap, pemikiran, i’tikad, niat, kemauan, dan tanggapan terhadap nilai-nilai abstrak yang ideal seperti keadilan, persatuan, perdamaian, dan kebahagiaan.
            Walaupun kesadaran beragama itu melandasi berbagai aspek kehidupan mental dan terarah pada bermacam objek, akan tetapi tetap merupakan suatu sistem yang terorganisasi sebagai bagian dari mental seseorang. Dapat dikatakan bahwa kesadaran beragama yang mantap adalah suatu disposisi dinamis dari sistem mental yang terbentuk melalui pengalaman serta diolah dalam kepribadiannya untuk mengadakan tanggapan yang tepat, konsepsi pandangan hidup dan penyesuaian diri merupakan suatu proses yang tidak pernah berhenti. Dengan demikian kesadaran beragama seseorang tidak pernah mencapai kesempurnaan.
            Gordon W. Allport dari penelitiannya dapat menyimpulkan enam ciri-ciri sentimen beragama yang matang, yaitu adanya diferensiasi, dinamis, produktif, komperehensif, integral, dan keikhlasan pengabdian. Berdasarkan pendapat Allport tersebut maka dapat dikembangkan bahwa karasteristik orang yang telah matang kesadaran beragamanya apabila memiliki enam ciri khusus, yaitu :
1.      Diferensiasi yang Baik
Diferensiasi berarti semakin bercabang, makin bervariasi, makin kaya dan makin majemuk suatu aspek psikis yang dimiliki seseorang. Semua pengalaman, rasa, dan kehidupan beragama makin lama semakin matang, semakin kaya, kompleks dan bersifat pribadi. Pemikirannya makin kritis dalam memecahkan berbaqgai permasalahan yang dihadapi dengan berlandaskan ketuhanan. [4]
Perasaan, penghayatan, pemikiran, kemauan dan keinginan yang bergolak pada situasi dan kondisi yang berbeda tersebut merupakan diferensiasi beragama. Harapan akan keridhaan Tuhan, kecemasan dan ketakutan terhadap siksaan Tuhan, cinta kasih terhadap sesama pemeluk agama serta kebencian terhadap hawa nafsu dan godaan setan, kesemuanya itu merupakan hasil diferensiasi kesadaran beragama yang terpolakan ke dalam suatu sistem mental.
Kesadaran beragama yang terdiferensiasi merupakan perkembangan tumbuhnya cabang-cabang baru dari pemikiran kritis, alam perasaan dan motivasi terhadap berbagai rangsangan lingkungan serta terjadinya reorganisasi yang terus menerus. Masalah ketuhanan, rohaniah, nilai hidup dan kehidupan yang diamatinya dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi sasaran pengolahan pemikirannya, sehingga memperkaya orientasi kesadaran beragama. Ia berusaha memecahkan permasalahan tersebut dengan sikap rasional dan emosional yang tepat serta konsisten berdasarkan kesadaran beragama.
Kesadaran beragama yang tidak terdiferensiasi menunjukkan sikap dan tingkah laku yang tidak kritis, statis, dan menerima nasib. Ia menerima ajaran agama tanpa pengolahan serta mempercayai begitu saja, apa yang diutarakan oleh guru maupun tokoh agama. Ia merasa puas dengan keimanan yang dimilikinya. Sering kali tampak adanya kebencian, dengki, iri hati, hasud, kecemasan dan prasangka terhadap suku dan agama lain sebagai akibat tidak tersalurkan atau penekanan konflik batin ke alam bawah sadar serta tidak terolahnya permasalahan, pertentangan dan perbedaan paham yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.[5]
2.      Motivasi Kehidupan Beragama yang Dinamis
Dari sudut psikologi, motivasi kehidupan bragama pada mulanya berasal dari berbagai dorongan, baik biologis, psikis, maupun sosial. Pertama, dorongan biologis, seperti rasa lapar, rasa haus, kemiskinan, penderitaan, penjajahan, dan penindasan. Orang akan termotivasi mendekatkan diri kepada Tuhan dikala dilanda kekurangan, kemiskinan, bencana alam, sakit, atau penderitaan lainnya.
Kedua, dorongan psikologis, seperti kebutuhan akan kasih sayang, pengembangan diri, rasa ingin tahu, harga diri dan sebagainya. Dalam realitas kehidupan beragama,banyak hasil observasi menunjukkan bahwa pelajar maupun mahasiswa akan lebih disiplin beribadah di saat-saat mendekati ujian, tetapi akan berkurang bahkan melupakannya di saat ujian sudah berlalu. Kebutuhan psikologis telah menjadi motif seseorang untuk meningkatkan semangat pendekatan diri kepada Tuhan. Hal ini tampaknya memang sudah menjadi tabiat manusia.
Ketiga, dorongan sosial seperti ingin popular, agar diterima oleh suatu kelompok maupun ambisi pribadi akan kebutuhan kekuasaan juga seringkali menjadi motif seseorang ataupun kelompok lebih intens melakukan kehidupan beragama. Agar diterima di lingkungannya yang bernuansa agamis, tak sedikit orang aktif mengikuti kegiatan keagamaan seperti tahlilan atau yasinan walaupun dalam kehidupan sehari-harinya tak pernah shalat.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut jika mendapat pemuasan dalam kehidupan beragama dapat menimbulkan dan memperkuat motivasi keagamaan yang lama-kelamaan akan menjadi otonom, yaitu orang yang akan termotivasi untuk beribadah, baik didorong oleh kebutuhan atau tidak. Derajat otonom dalam bahasa agama sering disebut beribadah yang dilandasi niat “ikhlas”, yang artinya murni beribadah karena ingin melaksanakan kewajiban sebagai hamba yang baik.
Derajat kekuatan motif beragama itu sedikit banyak dipengaruhi oleh pemuasan yang diberikan oleh agama, makin kokoh dan makin otonom motif tersebut yang akhirnya merupakan motif yang berdiri sendiri sendiri dan secara konsisten serta dinamis mendorong manusia untuk bertingkah laku keagamaan. Salah satu perbedaan penting antara orang yang memiliki kesadaran beragama yang beragama dengan orang yang belum matang terletak pada derajat otonomi motivasi keagamaannya. Makin matang kesadaran beragama seseorang akan semakin kuat energi motivasi keagamaan yang otonom itu.[6]
Orang yang memiliki kesadaran keagamaan yang belum matang, motivasi keagamaannya masih berhubungan erat dengan dorongan-dorongan jasmaniah dan rohaniah serta kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan ambisi pribadinya. Tingkah laku keagamaannya seolah-olah dikendalikan oleh dorongan biologis, hawa nafsu, kebutuhan ekonomi dan kekuasaan. Sedangkan orang yang memiliki kesadaran beragama yang matang justru mampu mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu, dorongan materi dan ambisi pribadi ke arah tujuan yang sesuai dengan motivasi keagamaan yang tinggi, sehingga motivasi beragama dari waktu ke waktu semakin dinamis.
Bila kesadaran beragama telah menjadi pusat sistem mental keperibadian yang mantap, maka ia akan mendorong, mempengaruhi, mengarahkan, mengolah serta mewarnai semua sikap dan tingkah laku seseorang. Walaupun kesadaran beragama yang matang mewarnai cara hidup seseorang, namun sikap dan perilakunya tidaklah menunjukkan fanatisme, kaku, ekstrem, dan radikal. Sikap-sikap tersebut justru menunjukkan kesadaran beragama seseorang tidak matang.
3.      Pelaksanaan Ajaran Agama Secara Konsisten dan Produktif
Pelaksanaan kehidupan beragama atau peribadatan merupakan realisasi penghayatan ketuhanan dan keimanan. Ibadah yang menekankan realisasi hubungan manusia dan Tuhan, sering disebut ibadah dalam arti khusus. Formalitas, tata cara dan peraturan ibadah khusus telah ditentukan oleh Tuhan melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi sehingga tidak boleh diubah atau dimodifikasikan. Ibadah dalam arti luas mencakup seluruh kehendak, cita-cita, sikap dan tingkah laku manusia berdasarkan penghayatan ketuhanan disertai niat atau kesengajaan  dengan ikhlas karena dan demi Allah. Orang yang memiliki kesadaran beragama yang matang akan melaksanakan ibadahnya dengan konsisten, stabil, mantap dan penuh tanggung jawab dan dilandasi warna pandangan agama yang luas. [7]
Dalam melaksanakan hubungan dengan Tuhan, orang yang memiliki kesadaran beragama yang matang benar-benar menghayati hubungan tersebut. Ibadahnya bersifat subjektif, kreatif dan dinamis. Ia selalu berusaha mengharmoniskan hubungannya dengan Tuhan, manusia lain dan alam sekitarnya melalui sikap dan tingkah lakunya.
4.      Pandangan Hidup yang Komprehensif
Kepribadian yang matang memiliki filsafat hidup yang utuh dan komprehensif. Keanekaragaman kehidupan dunia harus diarahkan pada keteraturan. Akan tetapi keteraturan itu meliputi pula alam perasaan, pemikiran, motivasi, norma, nilai-nilai kemasyarakatan dan nilai-nilai kehidupan rohaniah. Manusia memerlukan pegangan agar dapat menentukan pilihan tingkah lakunya secara pasti. Agama memberikan dorongan dan motivasi lebih kuat dan lebih bermakna terhadap semangat dan arti hidup.
Bagi orang yang matang beragamanya, maka memahami dan melakukan agama tidak bersifat formalitas dan parsial, tetapi berusaha memahami dan melaksanakan agama secara logika, perasaan dan tindakan, bahkan memasuki wilayah agama secara utuh.
5.      Pandangan Hidup yang Integral
Disamping pandangan yang komprehensif, pandangan dan pegangan hidup harus terintegrasi, yakni merupakan suatu landasan hidup yang menyatukan hasil diferensiasi aspek kejiwaan yang meliputi fungsi kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam kesadaran beragama, integrasi tercermin pada keutuhan pelaksanaan ajaran agama, yaitu keterpaduan ihsan, iman dan peribadatan.[8]
Orang yang memiliki kesadaran beragama yang terintegrasi akan berusaha menganalisis bahkan mengolah penafsiran ajaran agama dan meneliti norma penemuan baru dengan kritis, sehingga menghasilkan pandangan baru yang dapat dijadikan pegangan. Tentang kematangan jiwa agama seseorang yang didorong oleh pandangan hidup yang integral tersebut sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat al-Fajr ayat 27-30 :
$pkçJ­ƒr'¯»tƒ ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ   ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuŠÅÊ#u Zp¨ŠÅÊó£D ÇËÑÈ   Í?ä{÷Š$$sù Îû Ï»t6Ïã ÇËÒÈ   Í?ä{÷Š$#ur ÓÉL¨Zy_ ÇÌÉÈ  
Artinya : “Hai jiwa yang tenang.  Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”
6.      Semangat Pencarian dan Pengabdian Kepada Tuhan
Ciri lain dari orang yang memiliki kesadaran beragama yang matang ialah adanya semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa ketuhanan dan cara-cara terbaik untuk berhubungan dengan manusia dan alam sekitar. Ia selalu menguji keimanannya melalui pengalaman-penglaman keagamaan sehingga menemukan keyakinan yang lebih tepat. Peribadatannya selalu dievaluasi dan ditingkatkan agar menemukan nikmat penghayatan “kehadiran” Tuhan. Walaupun demikian ia masih merasakan bahwa keimanan dan peribadatannya belum sebagamana mestinya dan belum sempurna.[9]
Orang yang memiliki kesadaran beragama yang matang, meyakini sepenuhnya bahwa Tuhan itu ada. Hal yang menimbulkan keraguan dan selalu dicarinya adalah penghayatan akan “kedekatan” dan “kehadiran” Tuhan. Keadaan ini selalu dan merupakan hipotesis yang makin lama semakin lebih tepat pembuktiannya, walaupun tidak pernah sempurna. Dengan demikian cirri orang yang matang beragama adalah setiap nafas, setiap langkah dan aktifitasnya selalu diupayakan untuk mendekatkan diri kepada Allah serta untuk mencari ridha-Nya dengan sesegera mungkin.


D.      Kematangan Beragama Menurut Islam
            Di dalam ajaran Islam terdapat berbagai sumber hukum yang bisa dijadikan sebuah literature untuk menentukan hukum, baik itu Al-qur’an, hadits maupun ijtihad. Begitu pula hal yang berkaitan dengan psikologi apalagi yang erat kaitannya dengan kriteria orang yang matang agamanya, pastilah dalam Al-qur’an dijelaskan dengan detail. Di dalam Al-qur’an terdapat beberapa kriteria orang yang bisa dikategorikan matang agamanya, antara lain :
1.      Orang tersebut sangat cinta kepada Allah
šÆÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB äÏ­Gtƒ `ÏB Èbrߊ «!$# #YŠ#yRr& öNåktXq6Ïtä Éb=ßsx. «!$# ( tûïÉ©9$#ur (#þqãZtB#uä x©r& ${6ãm °! 3 öqs9ur ttƒ tûïÏ%©!$# (#þqãKn=sß øŒÎ) tb÷rttƒ z>#xyèø9$# ¨br& no§qà)ø9$# ¬! $YèÏJy_ ¨br&ur ©!$# ߃Ïx© É>#xyèø9$# ÇÊÏÎÈ  
Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Q.S al-Baqarah: 165)
Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.[10]




2.      Beriman kepada semua Nabi
(#þqä9qè% $¨YtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌRé& $uZøŠs9Î) !$tBur tAÌRé& #n<Î) zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»oÿôœÎ)ur t,»ysóÎ)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6óF{$#ur !$tBur uÎAré& 4ÓyqãB 4Ó|¤ŠÏãur !$tBur uÎAré& šcqŠÎ;¨Y9$# `ÏB óOÎgÎn/§ Ÿw ä-ÌhxÿçR tû÷üt/ 7tnr& óOßg÷YÏiB ß`øtwUur ¼çms9 tbqãKÎ=ó¡ãB ÇÊÌÏÈ  
Artinya : “Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (Q.S al-Baqarah: 136)
3.      Mereka senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya.
(#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)­FßJø9$# ÇÊÒÍÈ
Artinya : “Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Q.S al-Baqarah: 194)[11]

4.      Mereka juga orang yang selalu setia pada janji
* }§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm ÍrsŒ 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ/ #sŒÎ) (#rßyg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ  
Artinya : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S al-Baqarah: 177)

5.      Selalu bantu membantu dalam kebajikan dan bukan dalam hal kejahatan
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S al-Maidah: 2)
6.      Bersikap adil walaupun harus merugikan dirinya dan golongan
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà­ ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& ÈûøïyÏ9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #uqolù;$# br& (#qä9Ï÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ  
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Q.S an-Nisa 135)[12]
7.      Bersikap jujur sekalipun pada lawan
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤9$# tP#tptø:$# Ÿwur yôolù;$# Ÿwur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”(Q.S al-Maidah: 2)
8.      Hidup secara wajar
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä šúïÏ%©!$#ur (#rߊ$yd 3t»|Á¨Z9$#ur šúüÏ«Î7»¢Á9$#ur ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# Ÿ@ÏJtãur $[sÎ=»|¹ öNßgn=sù öNèdãô_r& yYÏã óOÎgÎn/u Ÿwur ì$öqyz öNÍköŽn=tæ Ÿwur öNèd šcqçRtøts ÇÏËÈ  
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S al-Baqarah: 62)
9.      Selalu menafkahkan sebagian harta dan memaafkan orang lain
* (#þqããÍ$yur 4n<Î) ;otÏÿøótB `ÏiB öNà6În/§ >p¨Yy_ur $ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ôN£Ïãé& tûüÉ)­GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ   tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムÎû Ïä!#§Žœ£9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ  
Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,  (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Q.S al-Imran: 133-134)
10.  Hidupnya dikorbankan demi mencari ridha Allah SWT
šÆÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB ̍ô±o çm|¡øÿtR uä!$tóÏGö/$# ÉV$|ÊósD «!$# 3 ª!$#ur 8$râäu ÏŠ$t6Ïèø9$$Î/ ÇËÉÐÈ
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Q.S al-Baqarah: 207)[13]

           



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Kematangan beragama beragama dapat dikategorikan dalam dua kategori, yaitu: dilihat dari orang yang jiwanya sakit dan sehat. Bagi yang jiwanya sehat, biasanya lebih nyaman menerima perbedaan pendapat dan tidak mudah sakit hati dalam urusan agama. Sedangkan orang yang jiwanya sakit, bukan berarti seperti orang gila. Akan tetapi, orang tersebut lebih kepada orang yang memahami agama hanya sekedarnya dan tanpa melalui proses graduasi.
Menurut G.W Allport karakteristik orang yang matang beragama, yaitu: memiliki diferensiasi yang baik, motivasi kehidupan beragama yang dinamis, pelaksanaan ajaaran agama yang konsisten dan produktif, pandangan hidup yang komprehensif, pandangan hidup yang integral dan semangat pencarian dan pengabdian kepada Tuhan.
Di dalam ajaran Islam dijelaskan karak teristik orang-orang yang matang dalam beragama, antara lain: 1. memiliki rasa cinta yang kuat kepada Allah, 2. beriman kepada semua nabi, 3. senantiasa bersama Allah, memiliki iman yang mantap, tujuan hidupnya menegakkan tauhid beribadah kepada Allah, 4. Setia kepada janji, 5. Saling tolong menolong dalam kebajikan bukan kejahatan, 6. Bersikap adil walaupun harus merugikan dirinya dan golongannya, 7. Bersikap jujur sekalipun pada lawan, 8. Hidup secara wajar 9. Menafkahkan sebagian hartanya baik dalam kondisi lapang maupun sempit, 10. Hidupnya dikorbankan demi mencari ridha Allah SWT.   



DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin, Dr. H. M. Pd. I dan Mulyono, M.A. 2008. Psikologi Agama dalam Perspektif Islam. Malang: UIN – Malang Press.
Jalaluddin, Prof. Dr. H. 2008. Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.



[1] Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam (Malang: UIN – Malang Press, 2008), h. 170-172
[2] Ibid., h. 172
[3] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 123-131  
[4] Baharuddin dan Mulyono, op.cit., h. 174-176
[5] Ibid., h. 177-178
[6] Ibid., 179-182
[7] Ibid., h. 182-186
[8] Ibid., h. 189-192
[9] Ibid., h. 193-194
[10] Ibid., h. 198-199
[11] Ibid., h. 199-200
[12] Ibid., h. 200-202
[13] Ibid., h. 202-205