Minggu, 14 Agustus 2011

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih


Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh

A.    SEJARAH PERTUMBUHAN FIQH ISLAM
          Pertumbuhan Fiqh atau Hukum Islam sampai sekarang dapat dibedakan kepada beberapa periode, seperti dibawah ini:
1.      Periode Rasulullah, yaitu periode insya’ dan takwin (pertumbuhan dan pembentukan) yang berlangsung selama 22 tahun dan beberapa bulan, yaitu terhitung sejak dari kebangkitan Rasulullah tahun 610 M sampai dengan kewafatan beliau pada tahun 632 M.
Sejarah pertumbuhan hukum islam dimasa Rasulullah berdasarkan wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur yang dimulai dari Mekkah dan diakhiri di Madinah, kalau belum turun ayat al-Qur’an mengenai sesuatu masalah, maka Nabi mengadakan ijtihad yang mendalam, sehingga akhirnya ijtihad beliau sesuai dengan ayat al-Qur’an, yang diturunkan kemudian. Berarti ijtihad Rasul dan sunnahnya tidak ada yang berlawanan dengan wahyu Allah. Disamping Nabi sendiri adalah sebagai sumber hukum, sebab segala sesuatu yang dilakukan Nabi adalah contoh yang baik bagi umatnya.
2.      Periode Sahabat, yaitu periode tafsir dan takmil (penjelasan dan penyempurnaan) yang berlangsung selama 90 tahun kurang lebihnya, yaitu terhitung mulai awal kewafatan Rasul pada tahun 11 H sampai dengan akhir abad pertama Hijriah (101 H atau 632-720 M).
Pertumbuhan hukum Islam pada masa sahabat, adalah karena Nabi telah meninggal, maka persoalan hukum atau fiqh dikembalikan kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Di masa sahabat para penganut islam telah bertambah banyak dan daerahnya telah bertambah luas. Pada tempat-tempat yang baru memeluk Agama Islam itu terjadi berbagai masalah. Untuk menyelesaikan masalah itu para sahabat kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Apabila masalah hukum/fiqh tidak dijumpai penyelesaiannya di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi, maka para sahabat mengadakan ijtihad yang mendalam. Dan hasil dari ijtihad para sahabat dapat dipercaya dan menjadi sumber hukum syara’ atau fiqh islam.
3.      Periode Tadwin (pembukuan) dan munculnya para imam mujtahid, dan zaman perkembangan serta kedewasaan hukum, yaitu berlangsung selama 250 tahun, yaitu terhitung mulai tahun 100 H sampai tahun 350 H (720-961 M).
Pada saat ini adalah zaman kemajuan di bidang hukum Islam. Ini disebabkan banyaknya masalah-masalah hukum yang harus diselesaikan, yang terjadi pada beberapa daerah Islam yang meluas itu. Para Tabiin-tabiin dimasa ini banyak yang berijtihad, sehingga mereka menjadi mujtahid-mujtahid besar dalam Islam. Semuanya itu telah menjadi sebab bagi tumbuhnya suatu golongan ahli dalam ilmu Islam, yang kemudian terkenal dengan sebutan “faqih” (lebih dari satu fuqaha’) yang mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan Islam selanjutnya.
Di antara mujtahid-mujtahid yang terkenal itu adalah:
a.       Imam Abu Hanifah, seorang ‘alim keturunan Persia, lahir di Basrah tahun 80 H (699 M) bekerja dikuffah dan meninggal tahun 150 H (767 M). Abu hanifah terkenal sebagai Ahli al Ra’yu.
b.      Imam Malik ibn Anas, lahir di Madinah tahun 93 H (713 M) dan meninggal tahun 179 H (795 M). Imam Malik terkenal sebagai ahli Hadits. Bukunya yang terkenal/termasyhur ialah yang bernama “Muwaththa”.
c.       Imam Muhammad ibn Idris Al Syafei. Dilahirkan di Palestina tahun 150 H (767 M) dan meninggal pada tahun 204 H (802 M) di Mesir. Beliau adalah pendiri Mazhab Imam Syafe’i, terkenal seorang yang besar jasanya, terutama bukunya yang terkenal sampai sekarang ialah Al-Umm. Buku inilah yang menjadi dasar dari ilmu yang dikembangkannya bernama “Ushul Al Fiqh”.
d.      Imam Ahmad ibn Hambali, lahir di Bagdad tahun 164 H (776 M) dan meninggal tahun 241 H (855 M). Ia terkenal sebagai ahli Hadits. Bukunya yang terkenal bernama “Musnad Ahmad ibn Hambal”, yang berisi 30.000 hadits. Beliau adalah pendiri Mazhab Hambali.
4.      Periode Taqlid, yaitu periode kebekuan dan statis yang berlangsung mulai pertengahan abad empat hijriah (351 H) dan hanya Allah yang mengetahui kapan berakhirnya periode ini.
Periode taqlid lahir pada abad ke 4 H (tahun ke 12 M), yang berarti sebagai penutupan periode ijtihad atau periode tadwin (pembukuan). Mula-mula masa kemunduran dalam bidang kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan hukum Islam atau fiqh Islam. Sebelum periode taqlid, dikenal dengan masa periode ijtihad. Pengertian ijtihad secara sempit menurut imam Syafe’i ialah ijtihad dengan Qiyas. Ijtihad itu menjalankan Qiyas terhadap sesuatu hukum kepada hukum yang lainnya.
Pengertian ijtihad secara luas antara lain:
1.      Kata ahli Tahqieq: Ijtihad itu, ialah: Qiyas dan mengeluarkan (mengistimbathkan) hukum dari kaidah-kaidah syara’ yang umum.
2.      Kata sebagian ulama Ushul: Ijtihad itu, ialah mempergunakan segala kesanggupan untuk mengeluarkan hukum syara’ dari Kitabullah dan Hadits Rasul.
Untuk memahami periode taqlid, maka lebih dahulu akan dikemukakan pengertian taqlid yang berlangsung pada masa periodenya. Maka pengertian taqlid dalam abad taqlid ialah: “Menerima hukum yang dikumpulkan oleh seseorang mujtahid dan memandang pendapat mereka seolah-olah nash Syara’ sendiri.
Dalam periode taqlid ini, kegiatan para ulama Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing. Perasaan taqlid telah meresap di dalam jiwa mereka dan ruh taqlid.
Sebab-sebab timbulnya periode taqlid ini adalah sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Kallaf dalam kitabnya Khulusul Tarikh Al Tasyri’ Al Islami, terjemahan H. A. Aziz Masykuri, yang intinya disebutkan sebagai berikut:
1.      Terbagi-baginya Daulah Islamiyah ke dalam sejumlah kerajaan-kerajaan yang saling bermusuhan para rajanya, penguasanya dan personil/rakyatnya.
2.      Sesudah terpecah-pecahnya para imam mujtahid dalam periode ketiga menjadi beberapa golongan dan masing-masing golongan memiliki suatu aliran hukum sendiri.
3.      Sesudah umat Islam mengaturkan perundang-undangan, dan mereka tidak meletakkan peraturan yang menjamin, seperti dibenarkan mujtahid kecuali yang di pandang ahli untuk itu.
4.      Bahwasanya sudah tersebar luas di kalangan para ulama berbagai penyakit moral yang menghalangi mereka dari ketinggian derajat ijtihad. Dikalangan mereka sudah merata penyakit saling menghasut dan egoism (mementingkan diri sendiri).
Ijtihad ulama yang bukan mujtahid akhirnya membawa kemunduran dan kekacauan di bidang hukum Islam. Orang-orang pada masa itu kembali kepada tradisional, bukan kepada al-Qur’an dan Sunnah. Ulama yang mujtahid tidak menutup ijtihad, tetapi karena besarnya pengaruh taqlid tersebut akhirnya menimbulkan paham statis dalam hukum Islam yang pengaruhnya masih ada dirasakan pengaruhnya sampai sekarang di kalangan masyarakat Islam.

B.     SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU USHUL FIQH
          Ushul fiqh asal artinya sumber atau dasar. Dasar dari fiqh adalah Ushul Fiqh, berarti Ushul Fiqh itu asas atau dalil fiqh yang diambil dari al-Qur’an dan Sunnah. Ushul Fiqh ini sebenarnya sudah ada semenjak Rasulullah SAW.

1.      Orang yang Mula-mula Menciptakan Ilmu Ushul Fiqh
          Orang yang mula-mula menciptakan ilmu Ushul fiqh adalah Imam Syafe’i. Beliau menulis sebuah risalah yang dijadikannya sebagai Muqaddimah bukunya yang bernama Kitab Al-Umm. Jadi dengan demikian Imam Syafe’i adalah pendiri dan pencipta utama tentang Ilmu Ushul Fiqh.
          Usahanya itu diikuti oleh tiga orang ulama yang termasyhur diantaranya:
a.       Abul Hassan Muhammad bin ‘Alal Bashariy As Syafe’iy yang meninggal pada tahun 463 H, sedangkan bukunya bernama Al-Mu’tamad.
b.      Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An Naisaburiy yang dikenal dengan Imam Harmaini, meninggal pada tahun 478 H, dengan bukunya “Al-Burhan”.
c.       Abu Hamid Al-Ghazaliy, meninggal pada tahun 505 H, bukunya “Al-Mushtasfa”.
          Sesudah tiga orang tersebut di atas diiringi oleh dua orang ulama yang terkenal, dia menyimpulkan isi buku-buku para ulama terdahulu itu dalam buku mereka masing-masing di antara mereka itu adalah:
a.       Imam Raziy, meninggal pada tahun 606 H, bukunya “Al-Mahsul” dan
b.      Imam Amadi, meninggal pada tahun 631 H, bukunya “Al-Ahkam”.
          Selanjutnya Ulama-ulama ini diiringi pula oleh ulama lainnya untuk membuat karya, sedangkan karyanya itu bukan bersifat kutipan, tetapi masing-masing mereka mengemukakan pendapat mereka yang kadang-kadang tidak sesuai dengan pendapat-pendapat para ulama sebelumnya itu adalah: Murid Imam Syafe’i, mereka buat satu cara terpenting/tertentu untuk menerapkan dalil-dalil hukum yang buatnya sendiri tanpa mengacuhkan dan mencari persesuaian dengan furu’-furu’ mazhab ataupun menyalahinya.
          Dan yang lain, dari murid-murid Hanafi, cara mereka menyusun adalah dengan mengusahakan untuk menyesuaikan furu’-furu’ Mazhab yang mereka susun itu dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan satu undang-undang, maka mereka berusaha untuk menyesuaikannya, tetapi sungguhpun begitu, sekarang kita lihat kenyataannya Ushul Hanafiyah dipenuhi dengan furu’ (cabang) yang banyak.
          Pada zaman Mutaakhirin sekarang ini golongan Syafe’i dan yang lainnya, mereka menulis dalam sebuah kesimpulan dan kumpulan buku serta dipenuhi dengan pendapat-pendapat, antara pendapat golongan Syafe’i dan golongan Hanafiy. Di antara mereka yang mengumpulkan itu adalah:
a.       Tajuddin As-Subkiy dalam bukunya Jam’ul Jawami.
b.      Ibnul Himan dalam bukunya “At-Thahrir”, sedangkan penulisnya tidak menambah keterangan-keterangan yang telah berlalu itu, malahan membahas mengenai kalimat-kalimatnya
          Kemudian disusul pula oleh seorang Ulama pengarang Ilmu Ushul Fiqh Qadhi Muhammad bin Ali bin Muhammad As-Syaukaniy yang meninggal pada tahun 1255 H, nama bukunya Irsyadul Fuhul ila Tabaqquqi min Ushulil Fiqh isinya yang terpenting dalam bukunya itu dalil-dalil (alasan) ahli ushul dengan menyalahi pendapat-pendapat yang terdahulu, menetapkan hukum terhadap yang telah benar dan menguatkan yang telah kuat dalam bentuk pemikirannya dengan tidak menyebutkan pendapat si anu dan yang lain-lainnya.
          Dengan tiba-tiba datang lagi seorang murid dari Qadhi Muhammad bin Ali bernama As-Said Muhammad Shadi Hasan yang menghianatinya kemudian dinyatakannya dalam Hushulul Ma’mul min ‘Ilmi Ushul.

1 komentar: