Minggu, 14 Agustus 2011

Kemampuan Guru dalam Mengelola Pebelajaran




BAB I
PENDAHULUAN

          Guru merupakan orang yang berperan paling dominan sebagai penentu suksesnya proses belajar mengajar siswa/anak didik dikelas. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder, ataupun komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang merupakan hasil dari proses pembelajaran.
          Salah satu yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar ialah kemempuan guru dalam mengelola pembelajaran. Kemampuan seorang guru dalam mengelola pembelajaran dikelas sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Karena dalam proses belajar mengajar sebagian besar hasil belajar siswa ditentukan oleh guru, bagaimana ia berperan baik dalam mengelola pembelajaran dengan kemampuan dasar yang ia miliki.




BAB II
KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN

A.    Pengertian Kemampuan Guru dalam mengelola pembelajaran
          Yang dimaksud dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah kesanggupan atau kecakapan guru dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan peserta didik yang mencakup segi kognitif, afektif dan psikomotor sebagai upaya mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak lanjut agar tercapai tujuan pengajaran.[1]
          Dalam proses belajar mengajar, kemampuan merupakan suatu dasar yang paling sering digunakan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dengan melaksanakan proses belajar mengajar, diharapkan siswa dapat mengetahui, memahami, mengaplikasikan dan terampil dalam memecahkan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
          Kemampuan guru penting dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar siswa, karena proses belajar mengajar dan hasil belajar yang diperoleh siswa tidak hanya ditentukan oleh sekolah, pola dan struktur serta isi kurikulumnya, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan guru yang mengajar dalam membimbing siswa. Guru yang mampu akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan, serta akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.[2]
          Posisi guru dan anak didik boleh berbeda, tetapi keduanya tetap seiring dan setujuan, bukan seiring tapi tidak setujuan. Seiring dalam arti kesamaan langkah dalam mencapai tujuan bersama. Anak didik berusaha mencapai cita-citanya dan guru dengan ikhlas mengantar dan membimbing anak didik ke pintu gerbang cita-citanya. Itulah barangkali sikap guru yang tepat sebagai sosok pribadi yang mulia. Pendek kata, kewajiban guru adalah menciptakan “khairunnas”, yakni manusia yang baik.[3]
          Sebagai pengajar, guru diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang disiplin ilmu yang harus diampu untuk di transfer kepada siswa. Dalam hal ini, guru harus menguasai materi yang akan diajarkan, menguasai penggunaan strategi dan metode mengajar yang akan digunakan untuk menyampaikan bahan ajar, dan menentukan alat evaluasi pendidikan yang akan digunakan untuk menilai hasil belajar siswa, aspek-aspek manajemen kelas, dan dasar-dasar kependidikan.[4]

B.     Kemampuan Guru dalam Mengelola pembelajaran
          Dalam proses belajar mengajar, guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor, artinya, pada gurulah terletak keberhasilan proses belajar mengajar. Untuk itu guru merupakan faktor yang sangat dominan dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar di samping faktor-faktor lainnya.[5]
          Dengan demikian, untuk mencapai keberhasilan tersebut, guru harus memiliki kemampuan dasar dalam melaksanakan tugasnya. Berikut beberapa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran:

a.       Kemampuan merencanakan pengajaran
          Pada hakikatnya bila suatu kegiatan direncanakan lebih dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya seorang guru harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pengajaran. Seorang guru sebelum mengajar, hendaknya merencanakan program pengajaran, membuat persiapan pengajaran yang hendak diberikan.
          Perencanaan itu dapat bermanfaat bagi guru sebagai kontrol terhadap diri sendiri agar dapat memperbaiki cara pengajarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto (1984: 136), bahwa selain berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan mengajar berguna sebagai pegangan bagi guru sendiri.
          Mendukung pendapat tersebut, Tim Pembina Kuliah Didaktik/Kurikulum IKIP Surabaya (1988: 48), menyatakan bahwa dengan perencanaan maka pelaksanaan pengajaran menjadi lebih baik dan efektif yaitu murid harus dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan mengajar.[6]
          Sebagai perencana pengajaran, seorang guru diharapkan mampu untuk merencanakan kegiatan belajar mengajar secara efektif. Untuk itu ia harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam merancang kegiatan belajar mengajar, seperti merumuskan tujuan, memilih bahan, memilih metode, menetapkan evaluasi dan sebagainya.[7]

b.      Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar
          Yang dimaksud dengan pelaksanaan proses belajar mengajar adalah proses berlangsungnya belajar mengajar dikelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan disekolah. Jadi pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pengajaran. (Winarno Surachmad, 1983: 257). Sedangkan menurut Roy R. Lefrancois seperti dikutip oleh Damayati Mahmud (1989: 23), pelaksanaan pengajaran adalah pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mencapai tujuan pengajaran.
          Jadi pelaksanaan proses belajar mengajar dapat disimpulkan sebagai terjadinya interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.
          Menurut Nana Sudjana (1987: 148), pelaksanaan proses belajar mengajar meliputi pentahapan sebagai berikut:
1)      Tahap pra Instruksional
          Yakni tahap yang ditempuh pada saat memulai sesuatu proses belajar mengajar, yaitu:
a.       Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siswa yang tidak hadir.
b.      Bertanya kepada siswa sampai di mana pembahasan sebelumnya.
c.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pelajaran yang sudah disampaikan.
d.      Mengajukan pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan bahan yang sudah diberikan.
e.       Mengulang bahan pelajaran yang lain secara singkat tetapi mencakup semua aspek bahan.
2)      Tahap Instruksional
          Yakni tahap pemberian bahan pelajaran yang dapat diidentifikasikan beberapa kegiatan sebagai berikut:
a.       Menjelaskan kepada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa.
b.      Menjelaskan pokok materi yang akan dibahas.
c.       Membahas pokok materi yang sudah dituliskan.
d.      Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh yang kongkret, pertanyaan dan tugas.
e.       Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan pada setiap materi pelajaran.
f.       Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi.
3)      Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
          Tahap ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan tahap instruksional, kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini, antara lain:
a.       Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa murid mengenai semua aspek pokok materi yang telah dibahas pada tahap instruksional.
b.      Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa (kurang dari 70%), maka guru harus mengulang pengajaran.
c.       Untuk memperkaya pengetahuan siswa mengenai materi yang dibahas, guru dapat memberikan tugas atau PR.
d.      Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberitahukan pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.

c.       Kemampuan mengevaluasi (pelaksanaan penilaian)
          Untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran, perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai hasil belajar. Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajari tujuan yang ditetapkan.
          Penilaian dalam proses belajar mengajar meliputi:
a)      Evaluasi Formatif
          Evaluasi formatif adalah penilaian yang dilakukan guru setelah satu pokok bahasan selesai dipelajari oleh siswa (Suharsimi Arikunto, 1988: 42). Dalam buku Pedoman Penilaian Hasil Belajar di Sekolah Dasar (1987: 42), penilaian formatif disebutkan dengan istilah penilaian pada akhir satuan pelajaran. Penilaian ini berfungsi untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan dalam setiap satuan pelajaran (Depdikbud, 1987: 48).
b)      Evaluasi Sumatif
          Evaluasi sumatif adalah penilaian yang diselenggarakan oleh guru setelah satu jangka waktu tertentu. Untuk sekolah dasar pada akhir catur wulan, sedangkan untuk sekolah lanjutan dilaksanakan pada akhir semester. (Suharsimi Arikunto, 1988: 83). Penilaian sumatif berguna untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan belajar siswa yang dipakai sebagai masukan utama untuk menentukan nilai rapor atau nilai akhir catur wulan semester. (Depdikbud, 1987: 52).
c)      Pelaporan Hasil Penilaian
          Setelah memberi evaluasi formatif maupun sumatif, setiap akhir catur wulan atau akhir semester setiap guru harus mengolah nilai akhir dan memasukkan dalam buku rapor, yang merupakan laporan hasil kerja. Buku rapor berfungsi untuk laporan hasil kerja sekolah kepada orang tua/wali murid.
d)     Pelaksanaan Program Perbaikan dan Pengayaan
          Menurut petunjuk teknis No. 166/113. VI/91 yang di dalamnya ditetapkan tentang penilaian dan analisis hasil evaluasi belajar serta program perbaikan dan pengayaan, dijabarkan sebagai berikut:
  Apabila seorang siswa dalam ulangan (tes formatif/tes sumatif) mencapai nilai kurang dari 7,5 atau daya serapnya kurang dari 75% maka yang bersangkutan harus mengikuti perbaikan. (Dikdiksar, 1991: 2).
          Tujuan ulangan perbaikan adalah agar siswa memperoleh penguasaan yang baik terhadap tujuan (TIK) yang harus dicapai. Bagi siswa yang sudah menguasai  TIK, sekurang-kurangnya 75% , dapat diberikan pengayaan, apabila masih ada waktu untuk satuan pelajaran tertentu, sebelum beralih ke materi lain.[8]





BAB III
SIMPULAN


          Yang dimaksud dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah kesanggupan atau kecakapan guru dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan peserta didik yang mencakup segi kognitif, afektif dan psikomotor sebagai upaya mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak lanjut agar tercapai tujuan pengajaran.
         Beberapa kemampuan yang di miliki  guru dalam mengelola pembelajaran adalah:
a.       Kemampuan merencanakan pengajaran
b.      Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar. Yang terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:
Ø  Tahap pra Instruksional
Ø  Tahap Instruksional
Ø  Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
c.       Kemampuan mengevaluasi (pelaksanaan penilaian), meliputi:
Ø Evaluasi Formatif
Ø Evaluasi Sumatif
Ø Pelaporan Hasil Penilaian
Ø Pelaksanaan Program Perbaikan dan Pengayaan


DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung: CV. Yrama Widya.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat.
Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


          [1] Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h.  19
          [2] Daryanto, Belajar dan Mengajar, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2010), h. 203-204.
          [3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h. 43.
          [4] Suparlan, Menjadi Guru Efektif, (Yogyakarta: Hikayat, 2005), h. 28.
          [5] Daryanto, op. cit., h. 209.
          [6] Suryosubroto, op. cit., h. 27-28.
          [7] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 98.
          [8] Suryosubroto, op. cit., h. 36-56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar